Sukadiono usai pelantikan mengatakan hingga saat ini UM Surabaya telah memiliki sembilan orang guru besar, dan menargetkan adanya penambahan profesor di tahun 2024.
"Tentu kami bersyukur dengan tambahan guru besar. Ini guru besar kesembilan dan Insya Allah tahun ini kami menargetkan tiga guru besar lagi," kata Sukadiono.
Suko, sapaan akrabnya berharap guru besar yang telah dimiliki UM Surabaya ini dapat berkontribusi untuk pengembangan kelembagaan terutama di bidang akademik, di bidang penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Lebih lanjut ke depan, Rektor UM Surabaya berharap dapat memiliki minimal satu orang guru besar di tiap fakultas sehingga dapat mempercepat proses peningkatan kualitas belajar mengajar di Kampus sesuai dengan Arahan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah VII Jawa Timur.
Prof Didin Fatihudin dalam pengukuhannya menyampaikan orasi ilmiah dengan judul "Implementasi Keuangan Makroekonomi, Korporasi dan Personal Menuju Sehat Finansial di Era Ekonomi Digital (Financial Behavior)".
Ia menjelaskan, kesehatan finansial bisa dilihat dari tiga perspektif. Pertama perspektif makroekonomi negara, kedua perspektif korporasi perusahaan dan perspektif kesehatan finansial perorangan keluarga.
Implementasi manajemen keuangan pemerintah, perusahaan dan personal memiliki pengukuran indikator yang berbeda. Rasionya juga berbeda. Sumber data yang dihitung juga bisa berbeda. Periode data juga beda.
Menurutnya, ada sisi kesamaan dalam pengukuran kinerja keuangan yang sehat (sehat finansial).
"Bahwa kinerja keuangan pemerintah, perusahaan dan personal sebaiknya surplus, hindari defisit. Artinya bahwa rasio penerimaan harus lebih besar dari pengeluaran. Pendapatan lebih besar dari belanja. Pendapatan operasional harus lebih besar dari biaya operasional. Keuangan surplus itulah yang disebut sehat finansial," kata Prof. Didin.
Jika seseorang memiliki kelebihan uang, katanya, sebaiknya berinvestasi dalam aset keuangan (surat berharga) dan aset properti dengan urutan sebagai berikut: tabungan, deposito, iuran dana pensiun, cicilan rumah, cicil emas/dirham/dinar, cicilan kendaraan, menambah modal kerja.
"Jika itu sudah terpenuhi berikutnya membeli reksadana, obligasi, dan saham,," katanya.
Laki-laki kelahiran Kuningan, Jawa Barat tersebut kini telah menulis 26 buku dan beberapa di antaranya telah diterbitkan oleh penerbit mayor dan menjadi rujukan mahasiswa.
Sementara publikasi karya ilmiah dan jurnal sebanyak 35 yang telah diterbitkan pada jurnal ilmiah nasional hingga internasional.
Didin menyelesaikan pendidikan tinggi pada tahun 1984 di Bachelor of Art dan Akta IV Universitas Siliwangi, kemudian tahun 1986 ia lulus S1 Sarjana ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi, pada tahun 1995 lulus S1 Sarjana Ekonomi-Manajemen UWP.
Pada tahun 1999 lulus S2 Magister Sains Manajemen Universitas Airlangga dan pada tahun 2011 lulus S3 Doktor Ilmu Ekonomi-Manajemen Keuangan-investasi Universitas Airlangga.
Prof Didin berpesan memiliki kekayaan tidaklah wajib. Memiliki pendapatan memang diharuskan, tetapi yang wajib adalah bekerja dan berikhtiar.
"Pendapatan harus lebih besar dari pengeluaran -surplus-, jangan lupa tabungan investasi. Jika pendapatan semakin menurun, sebaiknya gaya hidup juga harus diturunkan. Alokasikan pendapatan berdasarkan perencanaan keuangan dan tujuan keuangan yang jelas," tuturnya.