Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Dosen ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember (Unej) Prof Abubakar Eby Hara baru saja dikukuhkan sebagai guru besar dalam rapat senat terbuka yang digelar di Gedung Auditorium kampus setempat pada 29 Januari 2024.
Akademisi yang akrab disapa Eby itu diangkat sebagai guru besar dalam bidang ilmu hubungan internasional (HI) dan merupakan satu-satunya dosen pengampu ilmu HI yang mendapatkan gelar profesor di perguruan tinggi negeri yang berjuluk Kampus Tegalboto itu.
Keputusannya untuk fokus menggeluti bidang hubungan internasional ternyata bukan tanpa alasan karena sedari kecil sudah tertarik dengan ilmu politik dan hubungan internasional yang terinspirasi dari sang ayah.
Pria kelahiran 8 Februari 1964 asal Pangkal Pinang, Kabupaten Bangka Belitung, itu ingat betul ketika ayahnya selalu memutar berita dunia dari Radio BBC Inggris siaran berbahasa Indonesia.
Apabila sang ayah berhenti mendengar siaran BBC Inggris, Eby mengikuti siaran radio lainnya, seperti Netherlands Hilversum, Radio Australia dan Radio Peking, yang menyiarkan siaran berita berbahasa Indonesia.
Dari kebiasaan mendengarkan berita dunia melalui radio yang menyiarkan perkembangan dunia internasional, pelan-pelan tetapi pasti mulai menyukai perkembangan global sejak usia remaja, sehingga menjadi tertarik mendengar berbagai peristiwa yang terjadi di belahan dunia.
Perkenalan dengan masalah-masalah dunia, awalnya menjadi hobi dan kesenangan saja, bahkan sering mengirim surat ke radio-radio asing itu agar dikirimi brosur siaran dan informasi lainnya.
Sejak saat itu ia menjadi tertarik mendengar berbagai peristiwa dunia dan menekuni bidang hubungan internasional sampai bisa menyelesaikan S3 dan menjadi seorang profesor.
Menurutnya bidang hubungan internasional sangat luas dan mencakup isu-isu global yang dinamis, meskipun dalam era globalisasi itu orang mungkin menganggap bahwa isu-isu dunia tidak terlalu penting, justru sebenarnya terlibat dalam isu-isu global itu perlu karena dapat membentuk dasar untuk menjalin hubungan antarnegara yang berkelanjutan dan stabil.
Eby Hara menilai bahwa studi ilmu HI sangat mulia karena mencoba mencari sebab konflik dan mencari jalan untuk perdamaian dunia, tidak hanya dalam bidang politik, tapi juga ekonomi, sosial, dan budaya.
Selama menyelesaikan pendidikan profesornya, ia menemui banyak kesulitan, terutama mendapatkan data dari tangan pertama, yakni dari narasumber di dalam negeri.
Kendala itu muncul karena beberapa faktor, seperti ketidakmampuan untuk mengakses informasi secara langsung, keterbatasan dalam mendekati dan mendiskusikan topik dengan narasumber, atau bahkan ketidaksetujuan dari pihak yang bersangkutan untuk memberikan data yang dibutuhkan.
Meskipun demikian, hal itu tidak menjadi penghambat bagi Abubakar Eby Hara dalam menyelesaikan penelitiannya karena terus mengingat bahwa banyak yang memberikan doa dan dukungan kepadanya, seperti keluarga tercinta dan koleganya.
Keluarganya sangat mendukung, bahkan mendorong, baik karir maupun minat studinya untuk terus belajar karena ayahanda menjadi inspirator, sehingga tertarik pada bidang ilmu HI.
Sebelum mendapatkan gelar profesor, sang ayah selalu menanyakan kepadanya kapan anaknya itu menjadi seorang profesor dan kini Eby Hara sudah berhasil mendapat gelar guru besar, namun sang ayah sudah berpulang dan belum sempat menyaksikan putranya itu mengenakan jubah guru besar.
Melalui penelitian yang dilakukan, kontribusi yang dapat diberikan oleh guru besar HI kepada dunia pendidikan dan penelitian adalah membangun cara berpikir yang terbuka untuk menghadapi perkembangan dan persaingan global.
Dengan menerapkan cara berpikir yang terbuka, maka dapat merangkul keberagaman ide, nilai, dan perspektif yang muncul dari berbagai sudut pandang di seluruh dunia.
Hal itu bukan hanya tentang memahami perbedaan, tetapi juga tentang menerima dan memanfaatkannya sebagai sumber inovasi dan pemecahan masalah.
Dengan menerapkan sikap terbuka dan inklusif, tidak hanya melihat diri kita sebagai individu atau anggota kelompok tertentu, tetapi sebagai bagian dari masyarakat global yang saling terkait.
Terus bertambah
Universitas Jember baru saja mengukuhkan delapan guru besar sekaligus pada 29 Januari 2024, sehingga jumlah profesor di perguruan tinggi negeri (PTN) di bagian timur Pulau Jawa itu terus bertambah menjadi 74 orang.
Keberadaan guru besar dalam rumpun sosial humaniora yang dikukuhkan tersebut mencerminkan komitmen kampus setempat untuk terus menghadirkan kepakaran yang tidak hanya melibatkan aspek teknis dan sains, tetapi juga aspek-aspek sosial dan kemanusiaan yang mendalam.
Penambahan delapan guru besar tersebut juga akan menjadi tambahan energi bagi kampus di Jember yang akan bertransformasi menjadi PTN-Berbadan Hukum.
Rektor Unej Iwan Taruna menegaskan kembali bahwa tambahan delapan guru besar itu akan meningkatkan rekognisi dan reputasi kampus setempat, sehingga pihaknya meminta semua guru besar terus meningkatkan karya dan inovasi dalam kerangka Tri Dharma Perguruan Tinggi yang bermanfaat langsung bagi masyarakat.
Mengemban amanah sebagai guru besar tidaklah mudah karena guru besar adalah motor penggerak bagi perguruan tinggi. Jumlah guru besar mampu mendongkrak nilai akreditasi pada sebuah kampus. Semakin banyak guru besar, maka akan semakin dekat juga sebuah universitas untuk mendapatkan akreditasi "unggul".
Para guru besar itu diharapkan selalu menjaga idealisme sebagai pendidik yang bertugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, kemudian juga dituntut untuk mengedepankan integritas, jujur, konsisten dan objektif, serta menjadi teladan bagi kolega dosen dan mahasiswanya.