Surabaya (ANTARA) - Kya-Kya menjadi lokasi wisata yang terus dikembangkan oleh Pemerintah Kota Surabaya, salah satu tujuannya untuk meningkatkan ekonomi warga.
Di lokasi itu ada pemberdayaan ekonomi melalui program pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Hal itu juga sejalan dengan keinginan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi untuk memberantas kemiskinan, dengan meningkatkan taraf hidup warga.
Tercatat ada puluhan pedagang UMKM yang sudah berdagang di Kya-Kya setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu.
Setiap sore dalam tiga hari itu, sepanjang kawasan Kya-Kya di Jalan Kembang Jepun, acap kali dipadati pengunjung, kondisinya tentu berbeda dengan siang hari.
Jika di pagi hingga siang hari, Jalan Kembang Jepun menjadi lokasi perdagangan karena sepanjang jalan memang dipenuhi toko-toko.
Alhasil pemandangan lebih mengarah ke arah aktivitas perdagangan, bongkar muat, hingga hilir mudik kendaraan dari arah selatan menuju utara kawasan pecinan itu, seperti Jalan Rajawali, Jembatan Merah, dan Jalan Samudera menuju Jalan Bongkaran, Pegiriaan, maupun Kapasan.
Namun, menjelang sore di Hari Jumat, Sabtu, dan Minggu, sisi selatan dan utara Kya-Kya ditutup oleh petugas dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya, sekitar pukul 15.30 WIB. Tak boleh ada kendaraan pun yang melintas.
Sepanjang Jalan Kembang Jepun disulap menjadi kawasan untuk nongkrong atau biasa disebut cangrukan. Ada bangku dan meja yang tertata rapi di tengah jalan, suasana yang tak bisa dinikmati saat pagi hingga siang hari.
Memang aktivitas perekonomian di Kembang Jepun tetap berjalan, tetapi bukan melalui toko-toko yang permanen ada, namun berganti menjadi gerobak para pedagang.
Aneka ragam makanan dan minuman dijajakan di sana, sehingga seketika tersulap menjadi "surga" bagi para pecinta kuliner.
Nyala api dari kompor-kompor muncul, adonan disiapkan, ada yang digoreng, dikukus, dan dipanggang. Jenis minumannya juga banyak jenis, seperti teh, jeruk, sampai minuman kekinian, macam matcha dan boba.
Para pedagang itu adalah pelaku UMKM yang dibina oleh Pemkot Surabaya melalui Pemerintah Kecamatan Pabean Cantikan. Kya-Kya buka sampai malam, sekitar pukul 22.00 WIB.
Pedagang MBR
Camat Pabean Cantikan Muhammad Januar Rizal mengatakan total ada 22 pelaku UMKM di kawasan Kya-Kya itu berstatus sebagai masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Mereka aktif melapak setiap wisata kawasan Kya-Kya beroperasi, rutin setiap tiga hari itu. Beberapa dari mereka ada yang berasal dari wilayah Bongkaran, hingga Nyamplungan.
Mungkin saat ini baru 22, tetapi jangka panjangnya jumlah UMKM di sama bisa bertambah, seiring dengan berjalannya pengembangan kawasan "heritage" yang berlokasi di wilayah utara Surabaya itu.
"Pengembangannya satu kawasan Kembang Jepun," kata Januar kepada ANTARA melalui sambungan telepon.
Animo masyarakat untuk berkunjung ke sana juga besar, khususnya Sabtu malam atau malam Minggu. Masyarakat menghabiskan waktu senggang bersama keluarga maupun teman berkunjung ke Kya-Kya.
Tentu daya tarik kuliner menjadi alasan kedatangan mereka. Harga yang dipatok oleh pedagang tergolong murah, mulai dari yang Rp5 ribu, Rp10 Ribu, hingga Rp25 ribu.
Berbicara Kya-Kya, tidak lengkap rasanya jika tidak menampilkan ornamen khusus, macam lampu naga, mural khas pecinan, terkadang juga ada sayup-sayup musik Mandarin terdengar.
Ladang pendapatan
Pesona Kya-Kya sebagai kawasan wisata juga memberikan dampak pada pendapatan warga MBR yang juga pelaku UMKM.
Mereka yang aktif berdagang di lokasi itu bisa meraup pendapatan lebih, khususnya di akhir pekan.
Konsep pengembangan Kya-Kya tidak melulu berbicara pada aspek teknis mempercantik kawasan, tetapi tingkat kesejahteraan masyarakat juga menjadi fokus utamanya.
Karena bagi Pemkot Surabaya, pengentasan kesetaraan mendapatkan penghidupan yang layak merupakan hal wajib dalam pelaksanaan program.
Januar mengatakan pedagang di Kya-Kya rata-rata mampu meraup untung antara Rp1 juta hingga Rp2. Jumlah itu melambung ketika ada ajang besar yang digelar di lokasi itu, seperti halnya agenda "Madura Food Festival".
"Seperti waktu Madura Food Festival itu ramai sekali pengunjungnya, omzet pedagang juga meningkat bisa sampai Rp3 juta," katanya.
Gelaran Madura Food Festival yang digelar, mulai Jumat (22/9/2023) hingga Minggu (24/9/2023) dibanjiri pengunjung, rata-rata per harinya jumlah kunjungan bisa mencapai 3.000 hingga 5.000 orang.
Setiap ada kegiatan khusus, pemerintah kecamatan berkoordinasi dengan Pemkot Surabaya agar menambah jumlah stan UMKM yang ada, sehingga semakin banyak warga merasakan dampak pengembangan kawasan pecinan itu.
Tercatat sekitar 30 stan UMKM disertakan saat gelaran Madura Food Festival bulan lalu.
Kemeriahan acara berimbas pada permintaan agar agenda kegiatan serupa bisa digelar lebih rutin lagi, seperti satu bulan sekali.
Sebab, para pengunjung merasakan nuansa yang berbeda saat menikmati wisata di kawasan itu, baik dari suasana maupun beragam menu yang dijajakan.
Maklum, masakan Madura itu memang beraneka ragam rasa dan menu macam-macam, mulai sate, bubur, soto, kami kumpulkan jadi satu.
Pelatihan
Hidupnya perekonomian masyarakat di kawasan Kya-Kya juga ditunjang dengan pola pelatihan dan pengawasan kualitas produk yang dijajakan oleh para pelaku UMKM.
Hal itu menjadi salah satu titik utama untuk menggaet kedatangan pengunjung atau wisatawan.
Pemkot Surabaya sudah sering mengadakan pelatihan terhadap produk yang hendak dipasarkan. Pelatihan diadakan setiap bulan, pemerintah kecamatan memonitor perkembangan dan hasil dari pelatihan.
Kemudian, pelaksanaan juga dibarengi dengan proses kurasi ketat dari Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, dan Perdagangan (Dinkopdag).
Kurasi itu untuk mengetahui apakah produk milik para pelaku UMKM sudah sesuai dengan standar yang ditentukan, mulai dari pilihan menu, rasa, dan teknik pengemasannya.
Program pemerintah daerah yang merupakan wujud hadirnya negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang disambut dengan semangat oleh warga telah menunjukkan hasil yang maksimal, seperti pengembangan kawasan Kya-Kya, Surabaya ini.