Situbondo (ANTARA) - Balai Taman Nasional Baluran Situbondo melepasliarkan satwa dilindungi yaitu trenggiling (manis javanica) hasil penyerahan dari masyarakat Jakarta Utara.
Kepala Balai Taman Nasional Baluran Johan Setiawan dalam keterangan tertulis diterima di Situbondo, Jumat, menyebutkan ada tiga ekor trenggiling yang dilepasliarkan di lokasi Blok Kubangan Bekol, RPTN Bama yang masuk wilayah SPTNW I Bekol Taman Nasional Baluran.
"Ketiga trenggiling tersebut berasal dari BKSDA DKI Jakarta yang merupakan satwa hasil penyerahan dari masyarakat Jakarta Utara sejak bulan Mei-Agustus 2023," kata Johan.
Dia mengapresiasi kepada masyarakat yang telah mempunyai kesadaran yang tinggi akan konservasi sehingga dengan besar hati menyerahkan satwa yang dilindungi kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Johan menjelaskan bahwa trenggiling adalah mamalia unik yang bersisik dan satunya-satunya dari famili pholidota. Sisik pada trenggiling berfungsi sebagai alat untuk berlindung dari mangsa. Namun saat ini keberadaan trenggiling terancam karena menjadi target perburuan liar.
"Trenggiling masuk ke dalam status kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah lembaga konservasi dunia, IUCN. Status konservasi dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) adalah Appendix 1 yang artinya tidak boleh diperjualbelikan," kata dia.
Menurut Johan, trenggiling sangat cocok jika tinggal di kawasan Taman Nasional Baluran bisa tinggal leluasa karena cocok dengan lingkungannya dan tidak ada yang berburu trenggiling. Bahkan, petugas tidak pernah menemukan perburuan satwa trenggiling.
"Tingkat perburuan trenggiling di Taman Nasional Baluran sangat rendah. bahkan tidak pernah dijumpai," katanya.
Hal ini menjadi salah satu alasan penting bahwa pelepasliaran satwa yang berstatus kritis ini dilakukan di wilayah Taman Nasional Baluran.
Dengan harapan tiga satwa liar yang dilepaskan bisa tumbuh dan berkembang biak dengan baik dan lestari di hutan Taman Nasional Baluran.
Sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 106 tahun 2018, Trenggiling (Manis javanica) termasuk jenis satwa dilindungi, dan sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup atau mati ataupun berupa bagian tubuh, telur, dan merusak sarangnya.
"Marilah kita jaga dan lindungi bersama satwa liar di Indonesia untuk masa depan alam ini," kata Johan.
Pelepasliaran satwa merupakan wujud kolaborasi semua pihak yang dilakukan bersama-sama untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati di Indonesia yang saat ini banyak hewan langka terancam.
"Kegiatan pelepasliaran ini merupakan salah satu bentuk upaya penyelematan satwa yang telah sesuai dengan Konsep 3 R (rescue, rehab, dan release) yang dikembangkan oleh Ditjen KSDAE," kata Johan.