Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis dokter gadungan bernama Susanto selama 3 tahun 6 bulan kurungan penjara karena terbukti bersalah menipu sebagai dokter meski hanya berijazah sekolah menengah atas (SMA).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Susanto telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan penipuan. Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa selama 3 tahun 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim, Tongani, di Pengadilan Negeri Surabaya, Surabaya, Rabu.
Hakim menilai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sesuai pasal 378 KUHP tentang penipuan. Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa hal yang meringankan terdakwa yakni mengakui serta menyesali perbuatannya selama proses persidangan. Sementara hal yang memberatkan terdakwa pernah terjerat pidana dalam perkara yang sama."Mengadili, menyatakan terdakwa Susanto telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan penipuan. Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa selama 3 tahun 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim, Tongani, di Pengadilan Negeri Surabaya, Surabaya, Rabu.
Menanggapi putusan hakim, Susanto tidak langsung mengajukan banding masih pikir-pikir. "Saya pikir-pikir dulu Yang Mulia," kata dia yang mengikuti sidang secara dalam jaringan.
Hal yang sama juga diungkapkan jaksa penuntut umum Ugik Ramantyo juga mengatakan masih pikir-pikir meski putusan tersebut di bawah tuntutan jaksa yakni 4 tahun kurungan penjara.
Susanto diketahui telah menipu PT PHC yang saat itu membuka lowongan untuk tenaga medis. Susanto yang hanya lulusan SMA kemudian melamar dengan menggunakan identitas sebagai dr Anggi Yurikno. Setelah diterima kemudian ditugaskan di Occupational Healt and Industrial Hygiene di Pertamina Cepu, Jawa Tengah.
Susanto sudah bekerja selama dua tahun di tempat tersebut dan aksinya terbongkar saat akan dilakukan perpanjangan kontrak kerja.
Pihak PT PHC menemukan kejanggalan data saat melakukan rekrudensial ulang, mulai dokumen terkait keprofesian seperti STR yang harus diperbarui. Setelah dilakukan investigasi akhirnya diketahui bahwa data yang digunakan Susanto tersebut semuanya palsu.