Dalam kuliah tamu yang diikuti oleh Fakultas Farmasi, Fakultas Teknobiologi, dan Fakultas Kedokteran Ubaya itu, Carina menceritakan pengalamannya membuat vaksin AstraZeneca dalam waktu yang singkat.
"Kami tidak punya waktu untuk rekrutmen orang. Sehingga, saya mengerjakan secara mandiri dari awal hingga akhir di laboratorium," katanya dalam keterangannya di Surabaya, Jumat.
Bahkan, ia bekerja 16-18 jam per hari selama tujuh hari dalam seminggu agar bisa menuntaskan deadline tepat waktu.
Ia menambahkan saat itu vaksin yang dibutuhkan sebanyak tiga miliar dosis untuk seluruh negara. Sehingga, Carina membuat 1.000-4.000 liter dalam satu base agar bisa memproduksi banyak vaksin dengan harga yang murah.
"Kami memproduksi vaksin tidak hanya untuk negara maju, namun juga negara-negara berkembang karena semua mendapatkan kesempatan yang sama," ucapnya.
Carina mengatakan, ada beberapa hal yang bisa membuat ia dan tim dapat mengembangkan vaksin dengan cepat.
Pertama, proses produksi yang sederhana. Dalam pengerjaan, selalu mendahulukan rasa kemanusiaan daripada profit. Komunikasi dengan badan kesehatan terkait serta bekerja sama dengan banyak kolaborator juga merupakan hal yang tak kalah penting.
Wakil Rektor I Ubaya, Prof. Dr.rer.nat. Maria Goretti Marianti Purwanto, mengatakan kuliah tamu ini dapat memberikan pemahaman baru bagi anak muda yang tertarik di bidang life science.
"Semoga bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa Ubaya untuk membuat inovasi bagi negeri," katanya.