Surabaya (ANTARA) - Merger Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang jasa kepelabuhan di Indonesia telah terlaksana pada 1 Oktober 2021, atau pada dua tahun silam. Masa transisi sekaligus upaya transformasi telah banyak dilakukan di setiap lini usaha perusahaan ini guna mewujudkan layanan prima selaras dengan perkembangan zaman.
Layanan jasa kepelabuhanan yang sebelumnya dilakukan oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I,II, III dan IV, dengan adanya penggabungan telah melebur menjadi satu ke dalam PT (Persero) Pelabuhan Indonesia.
Merger BUMN bidang kepelabuhanan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2021 itu sudah direncanakan sejak lama. Dengan penggabungan diharapkan dapat menjadikan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia atau Pelindo sebagai the real world class port (pelabuhan berkelas dunia) yang efektif dan efisien.
“Ini momen penting dan bersejarah bagi pengelolaan BUMN kepelabuhanan. Merger ini adalah langkah penting dalam rangka peningkatan value creation bagi BUMN bidang pelabuhan. Inisiatif ini untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kepelabuhanan nasional,” ujar Wakil Menteri II BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, saat penandatanganan akta penggabungan yang berlangsung secara hibrid di Jakarta (1/10/2021).
Pelindo hasil merger sudah dua tahun terakhir melakukan transformasi guna mewujudkan visi dan misinya. Visi dan misi tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam aktivitas sejumlah lini usaha yang ditangani.
Visi Pelindo hasil merger adalah menjadi pemimpin ekosistem maritim terintegrasi dan berkelas dunia. Sedangkan misinya adalah mewujudkan jaringan ekosistem maritim nasional melalui peningkatan konektivitas jaringan dan integrasi pelayanan guna mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Transformasi dan klaster
Penggabungan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I,II, III dan IV menjadi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia atau Pelindo sendiri sebenarnya sudah merupakan transformasi, dan transformasi tersebut kemudian berlanjut kepada hal yang bersifat teknis dan operasional.
Transformasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI adalah perubahan rupa, bentuk, sifat, fungsi, dan sebagainya. Sedangkan transformasi bisnis, beberapa pakar manajemen memberikan definisinya.
Transformasi bisnis ada yang mengartikan suatu proses perubahan sistem bisnis, baik sebagian maupun keseluruhan dengan memanfaatkan teknologi yang ada agar dapat meningkatkan kinerja, efektivitas, serta efisiensi bisnis.
Definisi lainnya, transformasi bisnis adalah proses mengubah sistem, proses bisnis, dan teknologi secara menyeluruh untuk mencapai peningkatan yang dapat terukur dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kepuasan pelanggan maupun karyawan.
Jadi, transformasi bisnis sejatinya adalah upaya menyikapi tantangan yang muncul dari dalam maupun luar perusahaan, seperti adanya perubahan teknologi mendorong bisnis untuk mulai merambah ke digital. Selain itu, bisa jadi karena adanya perubahan dari internal seperti perubahan organisasi, pergantian posisi di manajemen atau perubahan pada proses bisnis.
Dengan demikian, dari pengertian tersebut semuanya menegaskan bahwa proses transformasi pada bisnis bukan lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan jika berharap bisnis yang ditekuni tetap berkelanjutan, selaras dengan era kekinian yang ditandai berkembangnya teknologi, khususnya teknologi informasi.
Hal ini berlaku untuk semua sektor industri. Jika tidak melakukan transformasi, maka akan tertinggal dari kompetitor, karena dinilai bisnis yang dijalani tidak efisien, tidak efektif, dan tidak sesuai dengan keinginan pelanggan.
Untuk tetap eksis, maju dan berkembang, Pelindo sejak awal telah melakukan penyesuaian proses bisnisnya mulai perumusan inovasi, solusi (teknologi) pendukungnya sebagai bagian strategi bisnis, implementasi strategi dan penetapan target.
Di antara strategi bisnis yang juga merupakan bagian dari transformasi Pelindo adalah pembentukan klaster perusahaan dengan harapan klaster ini lebih fokus kepada bidang usahanya.
Pelindo kini memiliki empat klaster bisnis utama, yaitu klaster peti kemas, klaster non-peti kemas, klaster logistik dan pengembangan daerah pesisir (hinterland), serta klaster kelautan, peralatan, dan pelayanan pelabuhan.
Pengelompokan klaster bisnis ini dilakukan agar pengembangan bisnis di Pelindo lebih terfokus. Selain itu, guna meningkatkan kemampuan dan keahlian Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja di setiap klaster, sehingga mampu bekerja dengan lebih efisien dan kepuasan pelanggan meningkat.
Sebagai bagian dari Program Sinergi Integrasi BUMN Layanan Kepelabuhanan, penggabungan Pelindo I-IV menjadi Pelindo telah diikuti pula dengan pembentukan empat subholding untuk mengelola bisnis utama perusahaan. Masing-masing subholding menjadi induk bagi anak perusahaan eks Pelindo I-IV sesuai dengan lini bisnisnya.
Empat Subholding Pelindo yang dibentuk adalah PT Pelindo Terminal Petikemas guna mengelola klaster bisnis peti kemas, PT Pelindo Multi Terminal mengelola klaster bisnis non-peti kemas, PT Pelindo Solusi Logistik guna mengengelola klaster bisnis logistik dan pengembangan kawasan, serta PT Pelindo Jasa Maritim mengelolaan klaster bisnis marine, peralatan, dan jasa kepelabuhanan lainnya.
“Dengan menginduknya anak-anak perusahaan tersebut ke dalam sub holding, diharapkan masing-masing klaster bisnis dapat dikelola secara lebih fokus dan optimal untuk dapat mengejar target value creation dari penggabungan Pelindo hingga 2025,” kata Group Head Sekretariat Perusahaan Pelindo, Ali Mulyono.
Value creation adalah proses penciptaan nilai yang dilakukan perusahaan secara efektif dan efisien untuk menghasilkan keuntungan. Perusahaan yang sukses adalah yang memahami tujuan bisnis untuk menciptakan nilai bagi pelanggan, karyawan, dan investor. Kepentingan ketiga kelompok ini terkait erat.
Digitalisasi, LPI dan bebas korupsi
Penciptaan nilai perusahaan yang dilakukan Pelindo selama ini tampaknya telah dilakukan secara masif, simultan dan menyeluruh, tidak hanya terkait organisasi perusahaan tetapi juga menyangkut operasional layanan serta sumber daya manusianya.
Dengan layanan bidang kelepabuhanan yang semakin prima, maka disadari juga akan berkontribusi terhadap meningkatnya Logistics Performance Index (LPI) Indonesia atau Indeks Kinerja Logistik. Transportasi laut menjadi salah satu komponen pengukuran LPI.
Seperti diketahui, kinerja logistik suatu negara umumnya diukur melalui LPI. Biaya logistik sangat berdampak pada daya saing, baik perusahaan maupun perekonomian negara secara keseluruhan.
Biaya logistik Indonesia diperkirakan masih mencapai 23,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), dengan rincian 8,9 persen biaya inventori, 8,5 persen transportasi darat, 2,8 persen transportasi laut, 2,7 persen administrasi, dan 0,8 persen biaya lainnya.
Sementara itu, dalam LPI 2023, Indonesia memiliki skor total 3,0 atau berada di peringkat 61. Nilai tersebut sedikit menurun dibandingkan LPI 2018 (skor 3,15 atau peringkat 46), namun masih lebih baik jika dibandingkan LPI 2016 (skor 2,98 atau peringkat 63).
Namun demikian, jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN seperti Singapura (skor 4,14 atau peringkat 1), Malaysia (skor 3,43 atau peringkat 32), dan Thailand (skor 3,26 atau peringkat 45), maka Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar di sisi kinerja logistik.
Tingginya biaya logistik tersebut, menurut para pengamat, di antaranya disebabkan kemacetan pada transportasi darat, serta distribusi logistik di negara kepulauan kerap membutuhkan perpindahan moda transportasi yang perlu bongkar muat.
Kondisi yang belum menggembirakan tersebut terus diupayakan penanganannya, di antaranya melalui digitalisasi di sektor logistik, seperti implementasi National Logistic Ecosystem (NLE) dan penerapan Inaportnet yang berperan dalam mengintegrasikan sistem informasi kepelabuhanan yang standar dalam melayani kapal dan barang dari seluruh instansi terkait atau pemangku kepentingan di pelabuhan.
Selain itu, pemerintah juga memberlakukan Indonesia National Single Window (INSW), sistem yang memungkinkan dilakukannya penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information).
Terbuka untuk perbaikan
Upaya perbaikan dan pembenahan melalui transformasi juga terus dilakukan jajaran Pelindo sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam bidang logistik.
Direktur Utama Pelindo, Arif Suhartono, menegaskan bahwa Pelindo terus berupaya memperbaiki diri.
“Kami sangat terbuka, dan Pelindo siap melakukan improvement (perbaikan) apabila ada yang diperlukan,” ucap Arif Suhartono di sela Forum Konsolidasi, Bertema “Komitmen Bersama Masyarakat Pelabuhan Memberantas Korupsi,” di Jakarta, tanggal 15 Agustus 2023.
Dalam forum yang menghadirkan pembicara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, itu juga mengundang perwakilan dari lembaga-lembaga layanan publik seperti Kejaksaan Agung dan Stranas Pencegahan Korupsi (PK). Sedangkan sebagai panelis adalah Dirjen Bea dan Cukai Askolani, Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih, dan Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia, Felia Salim.
Dalam paparannya Menkopolhukam Mahfud MD sejalan dengan yang dilakukan jajaran Pelindo saat ini bahwa digitalisasi sektor pelabuhan merupakan langkah yang penting yang harus dilakukan.
Sebab, digitalisasi akan membuat sistem tata kelola pelabuhan tidak saja efektif dan efisien, tapi juga lebih transparan. Tidak hanya pada pengangkutan di pelabuhan, namun juga pada proses distribusi hingga bea cukai.
Meskipun diakui, perbaikan tata kelola pelabuhan memiliki berbagai tantangan, seperti luasnya wilayah dan jumlah pelabuhan yang cukup banyak. Selain transparan, dengan digitalisasi diharapkan dapat menghemat biaya dan efisiensi waktu dalam proses logistik.
Komitmen pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilakukan secara parsial dan bersifat sektoral, perlu sinergi bersama antara Pelindo, masyarakat, aparat penegak hukum, PPATK, OJK, dan seluruh pemangku kepentingan kepelabuhanan.
Kerja sama antarinstansi tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi.
“Persoalan korupsi menjadi aspek yang diperhatikan dalam pembenahan layanan di pelabuhan. Tidak hanya cukup penindakan, namun juga memerlukan perbaikan sistem dan pencegahan,” kata Mahfud menandaskan.
Sementara itu, Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, menambahkan bahwa untuk mencegah korupsi ada beberapa hal yang perlu dibenahi.
“Salah satu tantangan dalam upaya mencegah tindak pidana korupsi adalah hambatan manajemen tata kelola, sehingga perlu menjadi fokus perhatian. Bagaimana pemenuhan standar berupa tata kelola dalam penyelenggaraan publik yang terukur dan dibangun secara terpadu,” katanya.
Menjawab tantangan tersebut, jajaran Pelindo kini sedang dan terus berbenah. Guna mewujudkan lingkungan kerja yang bersih dari kecurangan, korupsi, dan pemerasan manajemen menerapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) SNI ISO 37001:2016 dengan melibatkan seluruh stakeholder perusahaan.
Langkah itu didukung dengan pembentukan Tim Fungsi Kepatuhan Anti Penyuapan (FKAP) oleh Direksi guna memastikan penerapan SMAP sesuai dengan persyaratan, dan melaporkan pelaksanaan kinerja SMAP kepada Dewan Pengarah dalam hal ini Dewan Komisaris serta Dewan Direksi.
Sedangkan terkait dengan standarisasi layanan dan digitalisasi, Pelindo di antaranya telah menerapkan layanan berbasis digital berupa Integrated Billing System (IBS) guna mempermudah para pengguna jasa dalam mengakses layanan jasa kepelabuhanan.
Layanan tersebut tengah gencar diimplementasikan di Pelindo, seperti dilakukan oleh Subholding PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP). Subholding ini secara bertahap mengimplementasikan IBS di lebih dari 40 area layanan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Hasilnya, proses receiving atau penerimaan peti kemas dari luar terminal ke dalam area terminal, stevedoring atau bongkar-muat peti kemas di dermaga, hingga delivery yakni pengiriman peti kemas dari dalam terminal ke luar terminal, seluruhnya terpantau dalam satu aplikasi berbasis internet.
Jejak transformasi Pelindo pascamerger (1)
Rabu, 13 September 2023 6:44 WIB