Surabaya (ANTARA) - Tangan dingin Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tak hanya berhasil menurunkan angka stunting di Kota Pahlawan, namun juga berhasil menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran terbuka di wilayah setempat.
Salah satu strategi yang digunakan untuk mengentas kemiskinan itu adalah program Padat Karya yang tersebar di berbagai penjuru kota.
Berdasarkan data yang dimiliki Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, awal tahun 2022 jumlah warga miskin di Surabaya mencapai 1,3 juta jiwa. Kemudian pada akhir tahun 2022, jumlah warga miskin turun drastis menjadi 219.427 jiwa atau 75.069 KK. Selanjutnya, hingga bulan Juni 2023, data keluarga miskin di Surabaya tersisa 172.129 jiwa atau 58.835 KK.
"Di tahun 2023 ini, keluarga miskin ini saya minta sudah kerja semuanya dengan model padat karya dan intervensi lainnya, sehingga setiap anggaran yang kita keluarkan benar-benar tepat sasaran dan bisa menyejahterakan warga Surabaya," kata Wali Kota Eri beberapa waktu lalu.
Sejak tahun lalu, Pemkot Surabaya terus bergerak menggalakkan Padat Karya. Hingga saat ini sudah ada 34 Rumah Padat Karya yang terletak di 14 kecamatan. Bentuk Rumah Padat Karya itu bermacam-macam di setiap wilayah, ada yang berbentuk kafe, sentra menjahit, laundry, cuci kendaraan, perbaikan Rutilahu (Rumah Tidak Layak Huni), budi daya pertanian dan peternakan, Rumah Maggot hingga Pembuatan Paving. Bahkan, saat ini sudah ada puluhan jenis intervensi yang diberikan kepada keluarga miskin di Surabaya.
Dengan adanya program Padat Karya dan berbagai jenis intervensi itu, sekitar 22 ribu jiwa warga miskin dan miskin ekstrem bisa bekerja kembali. Kini, penghasilan mereka yang awalnya hanya Rp 500 ribu meningkat tajam hingga mencapai Rp 4,4 juta per orang setiap bulannya. Ada beberapa yang sampai tembus Rp6 juta per bulan. Program ini terus berjalan dan terus dikembangkan hingga saat ini.
"Jadi, tujuan akhir dari program Padat Karya ini adalah mengentas kemiskinan di Kota Surabaya. Makanya, saat mengembangkan padat karya, semua pihak saya minta tidak hanya meninggalkan ego sektoral, tetapi juga harus memiliki kebersamaan dan gotong royong. Dengan demikian, ekonomi kerakyatan setempat bisa digerakkan," katanya.
Ia juga memastikan bahwa program padat karya ini memanfaatkan aset sekitar 9,5 juta atau 9.555.372 meter persegi lahan kosong atau lahan tidur milik Pemkot Surabaya.
Wali Kota Eri juga menegaskan bahwa warga yang mengelola lahan itu tidak perlu khawatir soal kemampuannya dalam mengelola lahan tersebut. Sebab, warga itu mendapat pendampingan dan pelatihan dari para ahli dan jajaran Pemkot Surabaya.
"Mereka juga dibagi dalam pemanfaatan lahannya, karena harus disesuaikan dengan lokasi tempat tinggal mereka. Jadi, sudah ada kelompok warga miskin yang bertanggung jawab di setiap lahan, dan pastinya itu selalu diawasi oleh jajaran pemkot," katanya.
Menurut Wali Kota Eri, karena sudah banyak yang bekerja, akhirnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Surabaya turun.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada 2022 menurun 2 persen, tepatnya di angka 7,62 persen.
Sebelumnya, angka pengangguran terbuka itu naik drastis pada tahun 2019 di angka 5,76 persen. Kemudian, pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020 meningkat menjadi 9,79 persen.
Selanjutnya, pada tahun 2021 angka TPT itu menjadi 9,68 persen, dan akhirnya pada 2022 di triwulan II turun menjadi 7,62 persen.
"Ini berarti APBD yang kami tetapkan bersama DPRD Surabaya berhasil, terbukti dengan adanya penurunan angka pengangguran terbuka. Alhamdulillah ini juga diikuti oleh angka kemiskinan di Surabaya juga turun menjadi 172.129 jiwa atau 58.835 KK per bulan Juni 2023," tegasnya.
Sejumlah warga yang telah mengikuti program Padat Karya itu ternyata semakin berdaya dari segi ekonominya. Alhasil, banyak yang keluar dari penerima program Gakin (Keluarga Miskin) dan siap mencopot stiker merah bertuliskan "Keluarga Miskin" di rumahnya.
Salah seorang di antaranya adalah Dewi Munir, warga Kelurahan Morokrembangan, Kecamatan Krembangan.
Ia "diwisuda" oleh Eri Cahyadi karena sudah keluar dari status keluarga miskin dan perekonomiannya stabil hingga bisa mengualiahkan anaknya di universitas ternama.
"Saya sangat berterima kasih kepada Pak Eri dan jajaran atas program padat karyanya. Besar harapan saya, teman-teman yang masih ikut program Gakin bisa bekerja dan berkarya seperti saya sehingga bisa lulus juga seperti keluarga kami. Sekali lagi terima kasih banyak," kata Dewi saat memohon izin untuk mencopot stiker Gakin di rumahnya. (Adv)