Trenggalek (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Trenggalek sukses menekan angka pernikahan dini di wilayahnya berkat langkah kolaboratif melalui "Gerakan Nol Perkawinan Anak", sehingga angka pernikahan anak berhasil diturunkan dari 7,67 persen pada tahun 2021 menjadi 2,1 persen pada semester satu tahun 2023.
Langkah kolaboratif Trenggalek lewat gerakan nol perkawinan anak itu mendapat apresiasi dari Ketua TP-PKK Provinsi Jatim, Arumi Bachsin saat menghadiri kegiatan "Cepak" (Cegah perkawinan Anak) di Trenggalek, Selasa.
Menurut dia, langkah yang dilakukan Trenggalek dalam menekan angka perkawinan anak dapat menjadi inspirasi bagi daerah lainnya yang mempunyai tantangan berbeda.
"Trenggalek semakin ke sini penurunannya semakin signifikan. Ini karena komitmen semua pihak sehingga dapat menekan angka pernikahan anak sangat luar biasa. Dari tahun ke tahun angka perkawinan anak semakin menurun," kata Arumi.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua TP-PKK Trenggalek Novita Hardini menjelaskan penurunan angka perkawinan anak itu tak lepas dari peran semua pihak yang terlibat dalam gerakan desa nol perkawinan anak.
Mulai dari tingkat desa, kecamatan, organisasi pemerintah daerah, hingga para pihak lainnya dari hulu ke hilir. Termasuk dukungan dan peran serta masyarakat.
"Seluruh kader terus bergerak membangun komitmen di semua lini PKK sampai pada tingkat dasawisma untuk mewujudkan desa nol perkawinan anak," kata Novita.
Para kader PKK hingga pemangku kebijakan lainnya secara aktif mengampanyekan pencegahan perkawinan anak baik di elemen organisasi masyarakat, forum perempuan, forum anak hingga forum pemerintahan desa hingga daerah.
Optimalisasi itu sebagai wujud penjabaran dari gerakan desa nol perkawinan anak di Trenggalek.
"Cegah perkawinan anak merupakan komitmen bersama antara pemerintah daerah, perangkat daerah terkait, tokoh agama, pengadilan agama dan beberapa pihak terkait lainnya. Semuanya sepakat untuk membuat SOP perkawinan usia anak," katanya.
Untuk menunjang itu Trenggalek memiliki Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang diasuh oleh psikolog dinas sosial.
Dalam praktiknya, kepala desa boleh mengeluarkan formulir NI usai pasangan anak yang ingin menikah mendapat assessment dari Puspaga. Langkah itu efektif mencegah perkawinan anak melalui edukasi kepada calon pasangan hingga kedua orang tuanya.
"Tujuannya adalah memberikan perlindungan kepada anak. Kalau dulu masyarakat merasa dihalang halangi, sekarang sudah banyak yang sadar bahwa Undang-undang Perkawinan Anak menetapkan batas usia minimal diperbolehkan dalam perkawinan itu 19 tahun," ujarnya.
Inovasi dan langkah strategis untuk memerdekakan anak dengan upaya pencegahan pernikahan dini itu dinilai sukses.
Tahun 2022 angka perkawinan anak 3,80 persen dan menurun. Gebrakan langkah kolaboratif itu dinilai menjadi praktik baik yang dapat jadi referensi daerah lainnya untuk mengentaskan angka kemiskinan, salah satunya adalah melalui gerakan nol perkawinan anak.
"Hari ini, Tim Penggerak PKK Kabupaten Trenggalek dipilih untuk menceritakan 'best practice' apa saja yang Trenggalek telah lakukan untuk menekan angka perkawinan usia anak di Kabupaten Trenggalek," katanya.