Lamongan (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah tidak membubarkan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun karena akan menjadi preseden yang buruk.
"Kalau saudara bertanya mau diapakan Al Zaytun itu? Ada yang mengatakan 'pak dibubarkan saja, itu berbahaya'. Sampai sekarang pemerintah tidak pernah membubarkan pesantren. Saya berfikir kita jangan membuat preseden buruk untuk membubarkan pesantren," katanya di Lamongan, Jawa Timur, Rabu.
Mahfud MD mencontohkan Pesantren Ngeruki, yang melahirkan banyak teroris, mulai dari Abu Bakar Baasyir dan cabang-cabangnya disebut dihukum, akan tetapi santri atau pesantren itu tidak dibubarkan.
"Karena begini, kalau kita membubarkan pesantren nanti jadi preseden, suatu saat kalau ada orang lain yang berkuasa, visinya beda dengan kita, cara memandang Islam beda dengan kita, cara menghadapi negara beda dengan kita, bisa saja pesantren-pesantren kita yang dibubarkan," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Mahfud, tidak usah berpikir untuk membubarkan pesantren. Dalam kasus tersebut yang ditindak adalah Panji Gumilang bukan Ponpes Al Zaytun.
"Pesantren nanti kita bina karena secara resmi pesantren itu memang tidak pernah melahirkan teroris. Pesantren itu alumni-alumninya bagus, kurikulumnya juga bagus, tapi yang dibalik itu, yang kita tindak," ujarnya.
Pemerintah, kata dia, dipastikan akan melakukan penindakan dari sisi pidana saja, sedangkan ranah penistaan agama yang melaporkan adalah Majelis Ulama Indonesia.
"Kalau kita tindak pidana pencucian uang, pengumpulan uang yang diduga secara ilegal, menurut saksi-saksi dan pelakunya, kemudian disamarkan seakan-akan menjadi uang halal," kata Mahfud.
Mahfud mengungkapkan Pondok Pesantren Al Zaytun dengan Raden Panji Gumilang itu mempunyai 360 rekening bank, di antaranya 145 rekening telah dibekukan dua hari yang lalu karena dugaan pencucian uang.
"Ada uang-uang masuk ke situ sangat mencurigakan dan dikeluarkan juga secara sangat mencurigakan. Kemarin, kami menemukan 295 sertifikat tanah hak milik (SHM), di antaranya 295 yang SHM atas nama Panji Gumilang, anak dan istrinya," ucap dia.
"Kita telisik ini dulu, ini jangan jangan pencucian uang dan kita sudah sampaikan ke polisi, kita tidak akan menindak pesantrennya, tapi kita akan menindak orangnya dalam tindak pidana," ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan dasar pencucian uang adalah pertama, dana BOS masuk ke rekening, yang mula-mula masuk ke institusi lalu berpindah ke orang, tanpa pertanggungjawaban yang jelas menurut administrasi.
"Ada juga dana yang pengirimnya namanya gubernur NII, masuk uang ke situ, nah itu semua yang seperti itu, tanahnya juga, ada 1.300 hektare sudah kami temukan dalam sehari 295 sertifikat yang dicurigai juga itu berasal dari kekayaan yayasan yang masuk ke pribadi," kata dia.