Surabaya (ANTARA) - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus membongkar kasus penimbunan BBM bersubsidi sejumlah 166 ton di Kota Pasuruan, Jawa Timur.
"Penimbunan ini dilakukan oleh AW yang bertindak sebagai pemilik modal dengan modus operandi membeli solar subsidi di SPBU dengan berbagai nomor polisi untuk ditimbun dan dijual kembali ke Industri dengan harga yang lebih murah dari solar non-subsidi," kata Direktur Tipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol. Hersadwi Rusdiyono dalam keterangan diterima di Surabaya, Rabu.
Hersadwi mengungkapkan kasus tersebut dibongkar atas adanya informasi awal dari Tim Pertamina yang dilanjutkan dengan penyelidikan dan pengembangan kasus oleh Tim Gabungan antara Mabes Polri, Polda Jatim dan Pertamina.
Jenderal bintang satu itu mengatakan selain AW, ada dua pelaku lain yang ditangkap yakni BFP dan S. Ketiganya mempunyai peran yang berbeda-beda yakni pemodal, manager keuangan dan sopir truk.
Tersangka AW, kata Hersadwi, adalah seorang pedagang warga Kota Pasuruan, sedangkan tersangka BFP bekerja sebagai karyawan warga Pasuruan dan tersangka ketiga S warga Malang.
"TKP ada di tiga tempat, pertama di gudang penyimpanan Jalan Kom Yos Sudarso, kedua ada di kantor perusahaan transportasi PT. MCN, Jalan Kom Yos Sudarso dan di gudang parkir truk tangki Jalan PT. MCN," ujarnya.
Dari TKP pertama di gudang penyimpanan, polisi menyita BBM solar sejumlah lima buah tangki duduk kapasitas 32 ribu liter, satu tangki pendam kapasitas 4 ribu liter, satu set instalasi pipa pengisian dan mesin pompa, bahan bakar minyak solar bersubsidi.
Baca juga: Pertamina: Stok BBM di Bali cukup saat libur Idul Adha 1444 H
Kemudian barang bukti yang diamankan di TKP kedua adalah tangki kapasitas 22 ribu liter, empat tangki kapasitas 30 kilo liter, dua tangki kapasitas 16 kilo liter dan menyita BBM 54 ribu liter. Sedangkan di TKP ketiga, polisi menyita satu unit truk tangki transportir, satu unit truk tanpa badan tangki dan satu buah laptop.
"Dari kantor transportir kami sita satu unit alat ukur hidrometer minyak solar, satu bandel dokumen perusahaan, PO penjualan serta 2 unit truk yang di modifikasi dan plat nomor dan 32 QR kode pertamina," katanya.
Dari hasil pemeriksaan, para tersangka mengaku sudah melakukan aksinya sejak tahun 2016.
"Pengakuan tersangka untuk pembelian solar 1 liter pembelian solar non subsidi seharga Rp 6.800 dan dijual seharga Rp9 ribu dan keuntungan per liter Rp2.200, dalam satu bulan rata rata menjual 300 ribu liter dan keuntungan 1 bulan Rp 660 juta," ujarnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2021 tentang minyak dan gas bumi sebagaimana telah diubah Pasal 40 Angka 9 UU No. 6 tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU tahun 2022 tentang cipta kerja yang menjadi UU Juncto pasal 54 ayat 1 ke (1) KUHP.
"Dengan ancaman pidananya penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp6 miliar," ucapnya.
Sementara itu, Executive GM Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Dwi Puja Ariestya mengapresiasi Polri yang mengungkap kasus penimbunan BBM bersubsidi tersebut.
"Pertamina Patra Niaga selaku badan usaha yang ditugaskan untuk menyalurkan BBM bersubsidi oleh Pemerintah berupaya maksimal dalam melakukan pemberantasan mafia solar baik di level lembaga penyalur maupun bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam melakukan pengungkapan kasus," ujarnya.
Polri bersama Pertamina bongkar penimbunan BBM bersubsidi di Pasuruan
Rabu, 12 Juli 2023 14:55 WIB