Surabaya (ANTARA) - Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) berkolaborasi dengan Jaringan KomPPas menampilkan sebanyak 28 karya foto karya perempuan eks lokalisasi dalam pameran photovoice di Galeri Dewan Kesenian Surabaya (DKS), Alun-Alun Surabaya beberapa waktu lalu.
Selain pameran juga diadakan diskusi bertajuk "Women are Human: Stigma, Keberhasilan, dan Aspirasi dari Perempuan-perempuan yang Mencari Hidup di Belahan Bumi Lain".
"Kegiatan ini diadakan untuk mendengarkan suara perempuan yang terdampak aktivitas prostitusi. Beratnya pengalaman sosial yang dirasakan oleh teman-teman dapat dituangkan melalui foto," kata narasumber dan dosen Fakultas Psikologi Ubaya Dr. Dra. N.K. Endah Triwijati, M.A., dalam keterangannya, Kamis.
Wanita yang akrab dipanggil Tiwi mengatakan pameran photovoice merupakan bagian dari Program Pengabdian Kepada Masyarakat kerjasama tim Fakultas Psikologi dan PUSHAM melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Ubaya.
Photovoice didefinisikan sebagai sebuah metode yang memiliki kelebihan untuk membuka ruang bagi individu yang terlibat untuk belajar mengenali dan menyampaikan pikiran maupun perasaannya melalui sebuah gambar atau foto.
Selain photovoice, metode lain yang digunakan adalah Focus Group Discussion dengan tujuan untuk saling mendiskusikan pengalaman yang juga dialami, serta mendapatkan dukungan serta kekuatan untuk bercerita.
Lebih lanjut, pameran ini dilatarbelakangi oleh beberapa permasalahan yang telah ditelusuri melalui berbagai riset.
Kegiatan ini dilandasi pada tujuan penelitian yang berfokus untuk mengetahui secara komprehensif kompleksitas pengalaman hidup para perempuan terdampak lokalisasi.
Aspek yang menjadi perhatian antara lain kebutuhan, aspirasi, keprihatinan, serta masalah mereka yang terkait dengan kehidupan pribadi dan komunitas.
Salah seorang talent pentas musikalisasi yang merupakan perempuan terdampak lokalisasi menyampaikan apresiasinya terhadap acara ini.
"Stigma yang diberikan kepada kami menjadikan kami sebagai objek dan pelampiasan. Kami berharap perlakuan moral disetarakan dengan layak seperti perempuan yang lainnya," ujarnya.