Banyuwangi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, terus melakukan upaya penanganan stunting, termasuk menyasar pada golongan usia remaja lewat program Gerakan Serentak (Gertak) Aksi Bergizi.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan, perkembangan saat remaja sangat menentukan kualitas seseorang untuk menjadi individu dewasa. Masalah gizi yang terjadi di usia remaja akan meningkatkan kerentanan serta berisiko melahirkan generasi yang bermasalah gizi.
"Anemia pada remaja akan menyebabkan timbulnya masalah kesehatan seperti penyakit tidak menular, produktivitas dan prestasi menurun, termasuk masalah kesuburan. Untuk itu, kami berharap remaja putri di Banyuwangi bisa menjadi calon-calon ibu yang sehat kelak. Sehingga Banyuwangi bisa bebas stunting," kata Bupati Ipuk secara virtual peluncuran program Gerakan Serentak Aksi Bergizi di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Banyuwangi, Jumat.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya gizi, yang bisa mengakibatkan gangguan pertumbuhan anak. Selain asupan gizi, ada kondisi kesehatan lain yang juga sangat berkaitan erat dengan stunting, yaitu anemia.
"Hasil sampling skrining anemia yang dilakukan pada 14.059 remaja putri di Banyuwangi pada tahun 2023, ada 8.062 remaja putri yang mengalami anemia," katanya.
Menurut Ipuk, remaja putri yang menderita anemia berisiko menjadi wanita usia subur yang anemia selanjutnya menjadi ibu hamil anemia. Ini meningkatkan kemungkinan melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dan stunting, komplikasi saat melahirkan serta beberapa risiko terkait kehamilan lainnya.
Dalam program ini dilakukan upaya-upaya mencegah anemia pada remaja putri. Yakni konsumsi makanan dengan gizi seimbang, minum tablet tambah darah (TTD) secara teratur 1 tablet tiap minggu dan melakukan aktivitas fisik secara rutin.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, Amir Hidayat bahwa gerakan ini dilakukan untuk mencegah lahirnya bayi stunting.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan empat intervensi utama, yakni mengajak aktif remaja rutin melakukan aktivitas fisik, sarapan bersama dengan menu gizi seimbang. Selain itu juga minum tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri, dan edukasi kesehatan sebagai upaya komunikasi untuk perubahan perilaku yang relevan dan komprehensif.
"Ini diperlukan komitmen dan kolaborasi lintas sektor terkait. Sekolah-sekolah kita minta untuk rutin menggelar rutin aksi bergizi di sekolah serta edukasi yang baik kepada siswanya. Kami juga akan rutin bagikan TTD ke remaja putri," ujar Amir.
Amir menambahkan, berbagai program penanganan stunting telah dilakukan Banyuwangi. Untuk mempercepat penurunan stunting, Banyuwangi juga mengirimkan makanan berprotein tinggi kepada hampir 1.300 balita stunting dan ibu hamil risiko tinggi setiap hari selama setahun.
Pemkab Banyuwangi, kata Amir, menganggarkan sebesar Rp7 miliar untuk memberikan intervensi gizi berupa makanan bernutrisi, seperti telor, ikan, ayam, daging kepada bayi dan dan ibu hamil risiko tinggi. Yang menyalurkannya adalah para pedagang sayur keliling ke rumah yang telah didata.
"Dari upaya tersebut telah berhasil menekan angka stunting di Banyuwangi, dari 20,1 persen pada 2021, turun pada angka 18,1 persen pada 2022. Adapun berdasarkan bulan penimbangan yang lebih dinamis dan baru, prevalensi stunting di Banyuwangi sebesar 3,9 persen," kata Amir.