Dalam beberapa tahun terakhir ini Indonesia , terus menjadi sorotan beberapa negara penghasil piranti lunak, dikarenakan masih kurangnya pengawasan yang tegas dalam penggunaan piranti lunak dalam perangkat keras yang beredar. Organisasi industri software terkemuka BSA (Business Software Alliance) mengatakan bahwa berdasarkan laporan IDC(International Data Corporation) tingkat pembajakan piranti lunak di Indonesia meningkat dan nilainya mencapai rekor 1,32 miliar dolar AS, "Indonesia naik 1 poin menjadi 87 persen tingkat pembajakannya, dan nilai pembajakan software(piranti lunak) PC di Indonesia mencapai angka 1,32 miliar dolar AS,” kata Donny A Sheyoputra, Kapala perwakilan dan juru bicara BSA dalam suatu jumpa pers di Jakarta. Berdasarkan data tahunan yang dilansir IDC, Indonesia berada di urutan ke 11 dari 31 negara dengan tingkat pembajakan sebesar 87 persen pada 2010, sedangkan nilai komersial dari piranti lunak bajakan sebesar 1,322 miliar dolar AS. Hal ini tak lepas dari mahalnya harga piranti lunak tersebut, dengan kondisi ekonomi yang masih belum bisa dikatakan stabil, pengguna lebih memilih untuk menggunakan yang bajakan dikarenakan harganya yang sangat-sangat jauh lebih murah. Padahal piranti lunak yang tidak berbayar , saat ini sudah banyak tersedia, bahkan dalam Bahasa Indonesia. Seperti "Garudaone”(dibaca garudawan), yang berbasis Linux, menyediakan lengkap dengan aplikasi penunjang, seperti untuk perkantoran, warnet, dan pemerintahan . Sistem Operasi ini dikembangkan oleh Garuda-garuda Indonesia yang berani ambil bagian dalam gerakan "Go LEGAL, Go LOCAL, Go LIBERTY”. Walau belum diketahui secara pasti berapa penggunanya, namun langkah menuju piranti lunak legal, berbasis konten lokal, dan bebas dari belenggu IT tertentu itu harus dilakukan. Langkah itu telah dimulai dan harus terus digerakkan di negeri ini, tak terkecuali di lingkungan Pemerintahan. Diawali tahun 2009 , Dinas KomInfo Pemkot Surabaya, telah menyusun rencana untuk implementasi Open Source di Lingkup Pemkot Surabaya. Hingga tahun 2011, telah dikembangkan Sistem Operasi yang diberi nama "SOERYA" atau "Sistem Operasi Masyarakat" dan hingga saat ini telah mencapai versi 10.08 "Lontong Balap". "Dinas Kominfo Pemkot Surabaya telah membentuk komunitas akademisi FOSS di 11 perguruan tinggi negeri dan swasta di Kota Surabaya untuk mengembangkan Sistem Operasi Soerya 10.08 Lontong Balap itu,” kata Adang Kurniawan, Kepala Bidang Postel Dinas Kominfo Kota Surabaya. Ia mengatakan, sistem Operasi Soerya bisa diunduh di situs http://soerya.surabaya.go.id , selain itu juga tersedia beberapa sistem operasi lain yang telah dikembangkan oleh beberapa komunitas dan akedemi, seperti Blankon, Garuda OS, CentOs, Debian. Sistem operasi yang dikembangkan oleh Pemerintah Kota Surabaya, merupakan sistem operasi yang berbasiskan Linux dari Free and Open Source Software (FOSS). Di dalam sistem operasi itu telah disertakan berbagai paket aplikasi untuk memenuhi kebutuhan produktifitas seperti halnya piranti lunak untuk keperluan perkantoran, desain gambar maupun multimedia. Upaya yang dilakukan Dinas Kominfo Kota Surabaya berbuah manis, karena pada tahun 2011 Pemerintahan Kota Surabaya mendapat pengharagaan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi sebagai kota yang mendukung gerakan penggunaan Sistem Operasi Gratis, dan juga mendapatkan penghargaan kategori Akuntabilitas Publik di Bidang Teknologi Informasi dari JP Pro-Otonomi. Selain itu, Dinas Kominfo Kota Surabaya juga mendeklarasikan "Surabaya Goes Open Source" diikuti dengan migrasi piranti lunak secara bertahap di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemkot Surabaya. Hal utama Pemkot Surabaya mendukung IGOS (Indonesia Go Open Source) adalah penurunan biaya pembelian dan penggunaan perangkat lunak, yang bisa dikonversikan ke dalam kegiatan produktif di masyarakat. Mendorong pertumbuhan sektor usaha kecil khususnya di bidang IT, dan memberikan kesempatan masyarakat untuk berperan aktif dalam melakukan pembuatan aplikasi pendidikan serta aplikasi produktif lainnya. Dengan tujuan menghilangkan ketergantungan terhadap vendor pembuat aplikasi, maka digunakanlah "Open Source" (kode-kode terbuka), sehingga pembuat aplikasi tidak mudah menyisipkan kode-kode yang mungkin membahayakan privasi pengguna. Penggunaannya juga dapat mendorong semangat untuk mengembangkan bagi tenaga-tenaga IT, bahkan bila memungkinkan dimodifikasi sedemikian rupa agar lebih egronomis. Dengan terus dikembangkannya Sistem Operasi berbasis Open Source ini akan makin meningkatkan sumber daya manusianya sehingga terjadi peningkatan kualitas pemrograman dan menjamin kelanjutan dari aplikasi. Sosialisasi dari sistem operasi yang telah dikembangkan oleh Pemkot Surabaya harus terus dilakukan mengingat kecendrungan masyarakat kita yang ambil mudahnya, atau karena sudah terbiasa enggan untuk pindah. Terlebih di kalangan swasta perlu adanya peningkatan kesadaran untuk tidak menggunakan aplikasi bajakan, karena sudah adanya aplikasi gratis. Dan yang terutama adalah bagi kalangan birokat untuk memberikan contoh tidak menggunakan aplikasi bajakan. Semoga dengan makin berkembangnya Piranti Lunak Bebas Berbayar berbahasa Indonesia ini bisa mengubah citra negara ini sebagai negara yang menghargai karya cipta.
Berita Terkait

Pemkot Surabaya Perbarui Open Source 14.08
16 Oktober 2014 14:45

"Open Source" dan Gaya Hidup Anak Muda
10 Agustus 2011 16:24

RSIA Soerya bertekad beri layanan berstandar internasional
13 Agustus 2022 21:33

Program "Lontong Balap" di Surabaya masuk Top 30 Kovablik Jatim 2022
8 Desember 2022 14:36

Kovablik: Program Lontong Balap beri layanan prima warga Kota Surabaya
6 Oktober 2022 21:01

Emil Dorong Pengembangan Wisata Kuliner
23 Maret 2018 17:34

Wayahe Poso
28 Mei 2016 10:59

MEA Ngarepe Moto
7 Januari 2016 10:06