Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) industri pemindangan yang ada di kawasan pesisir Watulimo, Kabupaten Trenggalek diduga belum bekerja optimal, sehingga residu cair dari sisa pengawetan ikan mencemari tanah dan sungai di sekitarnya.
Fakta ini diungkapkan perwakilan warga Watulimo Mustagfirin, Sabtu, menyusul aksi protes yang dia lakukan bersama puluhan warga lain ke DPRD setempat, beberapa hart sebelumnya.
“Yang namanya IPAL itu dari limbah diolah, sehingga bisa menjadi ramah lingkungan. Kalau saya melihat yang dimiliki sekarang itu bukan IPAL, tapi kayak bak penampungan saga. Tidak ada fungsi pemisahan antara residu limbah dan air, sehingga yang bisa dilepas ke sungai Tanya air bersih,” kata Mustagfirin.
Saat ini, total masih ada 12 unit usaha pemindangan yang beroperasi di sekitar kawasan pesisir Teluk Prigi, tepatnya di pesisir selatan Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek.
Usaha-usaha atau industri pemindangan itu ada yang berskala kecil, sedang dan menengah, dengan mayoritas milik perorangan.
Kepala Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Trenggalek Jarot Widiatmoko mengatakan, pihaknya telah membina dan mengedukasi setiap pelaku UKM pemindangan untuk membangun IPAL yang memadai.
Bahkan keberadaan IPAL itu menjadi persyaratan wajib agar mendapatkan izin usaha dari Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu.
“Pembuatan IPAL itu telah melalui berbagai kajian termasuk pendampingan dari konsultan. Namun, dalam proses pembuatannya diserahkan kepada masing-masing pelaku pemindang karena berkaitan dengan pembiayaan,” terang Jarot.
Sayang, pada pelaksanaannya banyak IPAL yang dibangun pelaku industri pemindangan belum memenuhi standar.
Mustagfirin dan sejumlah warga yang protes bahkan menyebut IPAL-IPAL itu lebih layak disebut penampungan fungsi dari IPAL itu tak maksimal sehingga tetap berimbas terhadap lingkungan sekitar.
Pihaknya menyayangkan lantaran IPAL yang dibangun belasan pelaku usaha itu merupakan rekomendasi dari instansi terkait.
Mustagfirin dan sejumlah warga yang protes bahkan menyebut IPAL-IPAL itu lebih layak disebut penampungan fungsi dari IPAL itu tak maksimal sehingga tetap berimbas terhadap lingkungan sekitar.
Pihaknya menyayangkan lantaran IPAL yang dibangun belasan pelaku usaha itu merupakan rekomendasi dari instansi terkait.
“Apa tidak kasihan kepada pelaku usaha. Sudah keluar uang belasan hingga puluhan juta tapi tidak standar dan itu yang merekomendasikan adalah OPD (organisasi perangkat daerah) terkait. Dampaknya ruang hidup masyarakat untuk memperoleh kesehatan terusik. Masalah ini bukan sebulan dua bulan, tapi sudah tahunan,” kata dia.