Trenggalek, Jawa Timur (ANTARA) - Dinas Sosial Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur memberikan pendampingan psikologis dan hukum terhadap lima orang siswa SD yang diduga menjadi korban pencabulan oknum guru agama di sekolahnya.
"Ini menjadi tugas dan kewajiban kami untuk melakukan pendampingan. Terlebih korban ini masih anak-anak," kata Plt Kepala Dinsos P3A Trenggalek Ratna Sulistyowati di Trenggalek, Kamis.
Selain memberikan pendampingan hukum, pihaknya ingin para siswa yang diduga menjadi korban serangan seksual gurunya sendiri ini bisa melewati masa trauma.
Hal ini penting untuk menjaga tumbuh-kembang anak agar tetap positif terutama dalam menyikapi proses hukum yang saat ini sedang berjalan.
Pendampingan aspek psikologis dimaksud tidak hanya dilakukan terhadap anak di lingkungan sekolah semata, namun juga di lingkungan keluarga.
Sebab menurut Ratna, pengembalian psikologis anak itu tak bisa hanya dilakukan dari satu sisi, melainkan harus secara menyeluruh, baik dari lingkungan sekolah, tempat tinggal korban dan dukungan orang tua.
Ia mengutarakan anak itu punya komunitas yang ada di rumah, sehingga pihaknya juga melakukan pendampingan terhadap pihak keluarga. Sebab penyembuhan trauma itu tidak bisa hanya di sekolah, harus melibatkan lingkungan dan rumah sehingga diharapkan anak bisa kembali di kehidupan yang normal.
"Alhamdulillah guru-gurunya di sekolah sangat responsif dan melindungi, karena paham anak-anak ini adalah korban," ujarnya.
Selain pendampingan psikologi pihaknya juga melakukan pendampingan terhadap aspek hukum kepada lima korban. Pendampingan aspek hukum itu dilakukan mulai dari proses penyelidikan hingga vonis di meja persidangan untuk memastikan kepastian hukum pada anak.
"Kami juga melakukan pendampingan hukum mulai dari proses awal hingga peradilan akan didampingi pendamping hukum yang memang sudah disiapkan dan sudah bergabung ke lembaga perlindungan anak," katanya.
Pendampingan itu untuk memastikan dalam proses penyelidikan diperlakukan sesuai dengan hak-hak anak. Bagaimana cara menanya dan sebagainya itu harus disesuaikan dengan usia anak.
Ia menambahkan dalam pendampingan itu para murid mengakui adanya dugaan tindakan pencabulan. Bahkan dari hasil pendampingan diketahui fakta mencengangkan jika dugaan pelecehan itu dilakukan dalam kurun waktu tertentu di ruang perpustakaan oknum guru itu mengajar.
"Kami ada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A), kami dibantu tiga psikolog. Tiga psikolog kami sudah melakukan pendampingan, menemui anaknya dan bertemu pihak sekolahnya," ujarnya.
Untuk verifikasi dan klarifikasi benar atau tidak berita pencabulan itu, katanya, ternyata benar. Bahkan ada yang dilakukan siswa kelas I sampai kelas 4. Dari lima anak menurut pengakuannya sudah berkali-kali. Artinya tidak hanya sekali.(*)