Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Kepolisian Resor Tulungagung mengungkap lima kasus pencabulan terhadap anak dalam dua bulan terakhir, dengan 19 anak tercatat menjadi korban.
Kapolres Tulungagung AKBP Taat Resdi, Jumat, menjelaskan bahwa kasus terbanyak terjadi di sebuah pondok pesantren di wilayah Ngunut, dengan sembilan korban berusia antara 8 hingga 12 tahun.
Pelakunya adalah seorang pengajar berusia 25 tahun yang kini telah diamankan polisi.
“Kasus kedua terjadi di Kecamatan Bandung, dengan tujuh korban berusia 6 sampai 9 tahun. Pelakunya merupakan tetangga korban, pria berusia 39 tahun,” ujar AKBP Taat.
Satu kasus lainnya terjadi di Kecamatan Kedungwaru, dengan korban seorang anak perempuan berusia 8 tahun. Pelaku juga merupakan tetangga korban, berusia 46 tahun.
Lebih lanjut, AKBP Taat menyebut dua kasus lain melibatkan pelaku yang merupakan ayah kandung dan ayah tiri korban.
Kedua korban masing-masing berusia 16 tahun, berasal dari wilayah Kecamatan Pakel dan Sumbergempol.
“Dalam pemeriksaan psikologis, satu pelaku diketahui memiliki kecenderungan pedofilia dan pernah mengalami kekerasan seksual saat kecil. Rata-rata pelaku mengaku tidak bisa mengendalikan diri setelah menonton film dewasa,” ungkapnya.
Dari seluruh kasus tersebut, polisi menjerat para pelaku dengan Pasal 81 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 82 ayat (1), (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Sementara itu, Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas KB dan PPA Tulungagung, Dwi Yanuarti menyampaikan bahwa tren kekerasan terhadap anak di Tulungagung tergolong tinggi. Sepanjang 2024, terdapat 50 kasus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.
"Sebagian besar terjadi di lingkungan terdekat korban, baik keluarga maupun tetangga. Trauma psikologis pada korban bisa berlangsung lama bahkan hingga dewasa," jelas Dwi.
Pihaknya saat ini terus melakukan pendampingan kepada para korban, termasuk memberi perhatian khusus pada kondisi lingkungan sosial anak agar proses pemulihan berjalan maksimal.