Surabaya (ANTARA) - Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Surabaya (Ubaya) dr. Sajuni, M.Kes., M.Ked.Klin., SpMK menyebut vaksin Difteri harusnya diberikan 10 tahun sekali agar Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti di Kabupaten Probolinggo tak lagi terjadi.
"Difteri bisa dicegah dengan vaksin. Pada dewasa, pemberian vaksinasi difteri bersamaan dengan tetanus dan pertusis (Tdap). Harusnya diberikan rutin setiap 10 tahun sekali," katanya di Surabaya, Kamis.
Vaksin ini berisi toksin atau racun yang sudah dilemahkan sehingga perlu dilakukan booster atau penguat tiap 10 tahun sekali.
"Sayangnya pemahaman mengenai vaksin dewasa di Indonesia masih kurang, padahal terdapat beberapa vaksin yang sebenarnya perlu diberikan rutin pada dewasa," ucapnya.
"Nah, untuk imunisasi rutin pada anak-anak diberikan di Puskesmas dalam bentuk DPT (difteri, pertusis, dan tetanus). Lalu, kalau pada usia sekolah biasanya ada tim dari Puskesmas yang datang ke sekolah dan memberikan vaksin pada anak-anak," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Sajuni, penting bagi masyarakat utamanya bagi seorang ibu membawa anaknya ke Puskesmas ataupun Posyandu untuk mengikuti imunisasi.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar senantiasa menjaga perilaku hidup bersih sehat, makan makanan bergizi agar tubuh kuat dan sehat.
"Untuk ibu-ibu terutama, anaknya itu dibawa ke Puskesmas atau Posyandu mengikuti anjuran jadwal imunisasi. Lalu untuk dewasa itu penting untuk melengkapi diri dengan beberapa vaksin dewasa, termasuk vaksin tetanus difteri dan pertusis," katanya.
Sebelumnya, Kabupaten Probolinggo, tepatnya di Desa Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih dinyatakan berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri,
Pemprov Jatim melalui Dinas Kesehatan sudah membuat petunjuk teknis terkait cara menyelesaikan KLB difteri, salah satunya dengan Outbreak Response Immunization (ORI).