Surabaya (ANTARA) - Wakil Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang Dr. Sujarwo mengatakan kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) terkait Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tidak ada indikasi menghapus subsidi pupuk.
"Kebijakan tersebut mengatur tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Dan saya tidak melihat indikasi Permentan tersebut mengarah pada penghapusan pupuk bersubsidi," kata Sujarwo, dalam siaran persnya, Selasa.
Menurutnya, Permentan No. 10 tahun 2022 mengatur tentang pola distribusi pupuk bersubsidi yang menentukan alokasi pupuk Urea dan NPK per provinsi, dan berdasarkan alokasi tersebut dilakukan pendistribusian pupuk subsidi ke Kabupaten sampai ke tingkat kecamatan.
"Ada dasar-dasar pertimbangan dalam pengalokasian pupuk per provinsi dan juga per kabupaten, utamanya terkait dengan penggunaan data spasial lahan petani, penetapan LP2B dan serapan pupuk subsidi tahun sebelumnya," ucapnya.
Kebijakan Permentan itu, lanjut dosen fakultas pertanian UB ini menunjukkan adanya keinginan pemerintah mengatur pola distribusi pupuk sehingga pupuk bersubsidi tetap dapat dinikmati petani.
Tetapi, kata Sujarwo, sektor pertanian memiliki kerentanan yang tinggi atas ketidaktepatan waktu dan ketidaktepatan jumlah pupuk, pola pendistribusian dengan pengalokasian dari tingkat pusat ke provinsi lalu ke kabupaten, kemudian baru alokasi ke kecamatan tentunya akan memakan banyak waktu dan kebutuhan koordinasi yang tinggi.
"Belum lagi jika ada permasalahan berupa ketidaksesuaian di e-RDKK yang sangat berpeluang terjadi selama ini sehingga berdampak pada salah sasaran distribusi pupuk bersubsidi," katanya.
Sehingga, sambung Sujarwo, perlu ada pemikiran terobosan dengan memanfaatkan teknologi informasi maju untuk monitoring pendistribusian dan verifikasi yang tidak perlu secara konvensional tetapi sudah secara digital dapat dilakukan.(*)