Trenggalek, Jatim (ANTARA) - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemkab Trenggalek mengintensifkan kerja sama lintas sektoral, terutama di bidang pariwisata dan kebudayaan dengan menggelar muhibah budaya Mataraman.
"Kegiatan ini merupakan upaya kami untuk mengenalkan identitas wilayah kepada masyarakat luas di daerah, khususnya kalangan pelajar dan pecinta sejarah atau budaya," kata Kepala Bidang Sejarah, Bahasa, Sastra, dan Permuseuman Dinas Kebudayaan Pemda DIY, Budi Husada usai menggelar muhibah budaya Mataraman di Trenggalek, Jumat.
Selain kepentingan edukasi dan promosi pariwisata, Trenggalek sengaja dipilih sebagai salah satu sasaran muhibah budaya Mataraman karena memiliki ikatan sejarah.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam perjanjian Gayanti tahun 1755, yakni Kerajaan Mataram saat itu dipecah menjadi dua, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Sebagian besar wilayah Trenggalek masuk dalam wilayah pemerintahan Kadipaten (adipati) Ponorogo.
Kecuali Kacamatan Panggul dan Munjungan yang berada di bawah pengaruh Bupati (Adipati) Pacitan yang notabene wilayah kekuasaan Kesultanan Yogyakarta.
Berbeda dengan Adipati/Bupati Ponorogo berada di bawah kekuasaan Kasunanan Surakarta.
"Jadi bukan semata soal sejarah. Dalam muhibah budaya ini kami juga menjelaskan banyak hal yang berkaitan dengan jalinan dan keterkaitan kebudayaan Trenggalek dan DIY," lanjutnya.
Muhibah budaya Mataraman digelar bersamaan dengan perayaan Hari Jadi Ke-828 Kabupaten Trenggalek pada 29-31 Agustus, sekaligus menjadi tonggak sejarah baru dalam hal penguatan kerja sama antara kedua pemerintah daerah.