Jakarta (ANTARA) - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita membeberkan tantangan global bagi industri nasional antara lain dampak dari perang Rusia dan Ukraina yang memicu krisis pangan dan energi.
“Terkait dengan krisis pangan, perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan munculnya tiga isu, yaitu berkurangnya pasokan komoditi pangan seperti gandum dan minyak nabati,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Rabu.
Isu kedua adalah munculnya fenomena proteksionisme negara-negara di dunia untuk mengamankan stok pangan domestik. Contohnya, India menghentikan ekspor gandum. Ketiga, peningkatan konversi komoditas pangan menjadi bahan baku energi.
Ketiga isu tersebut mengakibatkan kenaikan index harga komoditi pangan global sebesar 32,5 persen year on year (YoY) berdasarkan laporan Bank Dunia pada Juni 2022.
Dalam kaitan itu, Menperin menyampaikan bahwa pasokan bahan baku industri pangan dalam negeri tetap terjamin.
“Ke depan, kami mengupayakan agar lebih banyak lagi bahan baku lokal yang dikembangkan seperti tepung singkong, porang, sorgum, sagu, ganyong, hanjeli, hotong, pisang, sukun, talas, ubi jalar, dan lainnya untuk diversifikasi produk olahan pangan,” ungkapnya.
Sementara itu, krisis energi terjadi menyebabkan harga energi terus mengalami kenaikan.
“Pemerintah sendiri saat ini tengah menggodok rencana penyesuaian harga BBM. Berdasarkan data yang kami miliki, pengeluaran IBS (industri besar, sedang) untuk bahan bakar dan pelumas pada tahun 2019 mencapai Rp58,7 triliun dan berperan sebesar 1,3 persen terhadap total biaya produksi,” sebut Agus.
Bila menggunakan angka pada tahun 2019 tersebut, untuk memproyeksi angka tahun 2021 dengan asumsi pertumbuhan sebesar 5 persen, maka pada tahun 2021 pengeluaran bahan bakar dan pelumas mencapai Rp60 triliun dan berperan sebesar 1,4 persen.
“Dengan angka tersebut, saya berpendapat bahwa secara umum kenaikan harga Pertalite tidak berdampak signifikan terhadap sektor industri manufaktur, tetapi tentu akan berdampak pada karyawan pengguna Pertalite,” imbuhnya.
Namun, sektor Industri akan mendapat dampak langsung yang signifikan jika harga Solar naik.
“Kenaikan harga solar tentunya akan meningkatkan variabel biaya logistik dan kenaikan harga produk dengan kenaikan harga sekitar 10-15 persen,” sebut Agus.
Guna semakin meningkatkan daya saing industri dalam negeri, Kemenperin tengah memperjuangkan perluasan penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri.
Baca juga: Presiden Jokowi: G7 dan G20 harus segera atasi krisis pangan