DPW LDII Jawa Timur membekali juru dakwah dengan moderasi agama sebagai upaya meningkatkan kualitas dalam menyiarkan agama Islam kepada masyarakat.
"Moderasi beragama merupakan sebuah upaya menjaga toleransi dan menerima perbedaan sehingga tidak menimbulkan perselisihan,” kata Didik Eko Putro selaku Ketua Panitia kegiatan Diklat Dai angkatan VII di Ponpes Sabilurrosyidin Annur, Surabaya, Sabtu.
Ia mengatakan, diklat Dai DPW LDII Jawa Timur merupakan amanat DPP LDII agar menerapkan dakwah yang santun dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa yang selaras dengan program Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang memprioritaskan moderasi beragama.
"Diklat dai dilaksanakan secara hybrid dengan diikuti 150 peserta perwakilan dari 38 DPD LDII kabupaten atau kota serta diikuti lebih dari 1.000 peserta daring yang tersebar di Jawa Timur," kata dia.
Ketua DPW LDII Jawa Timur Moch Amrodji Konawi mengatakan peningkatan juru dakwah merupakan bagian dari delapan klaster program LDII salah satunya di bidang keagamaan.
"Namun demikian, karena kita umat Islam yang tinggal di Indonesia maka kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa lebih utama," katanya.
Ia merinci delapan klaster program LDII yakni kebangsaan, keagamaan, pendidikan karakter, ekonomi syariah, kesehatan alami atau herbal, ketahanan pangan dan lingkungan hidup, teknologi digital serta energi baru terbarukan.
"Kami berharap dengan diklat dai para juru dakwah LDII bisa menerapkan ilmunya. Mereka bisa berdakwah yang santun seperti halnya yang dilakukan Rasulullah SAW sehingga mudah diterima oleh masyarakat," katanya.
Menurut Chriswanto Santoso Ketua Umum (Ketum) LDII menjadi juru dakwah yang disampaikan tidak hanya kitab-kitab yang ada di Pondok tapi juga seorang dai bisa mempelajari lingkungan dan sosial masyarakat sehingga bisa melakukan penyesuaian tanpa melanggar agama.
"Dulu waktu saya ketika menjadi ketua di Jawa Timur, saya laksanakan pertama kali, tujuannya agar para dai ini upgrade sehingga kita lihat, kebutuhan negara itu apa, umat apa, kebutuhan masyarakat itu apa, sehingga bisa menyesuaikan," katanya.
Ia mengatakan, upgrade ilmu menjadi hal penting karena mungkin saja dakwah di tahun 80-an tidak cocok dan bisa menimbulkan friksi.
"Karena itu dalam kesempatan ini, pihaknnya juga sengaja menghadirkan pimpinan pondok pesantren supaya bisa lebih paham dan bisa disampaikan ke santri-santrinya," ujarnya. (*)