Situbondo (ANTARA) - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur Prof. Dr. K.H. Halim Soebahar mengingatkan kepada umat Islam agar tidak melaksanakan ibadah kurban dengan sapi atau domba/kambing yang sedang sakit parah.
"Hewan yang akan dikurbankan ini syaratnya harus sehat. Jangan sampai kita melaksanakan kurban dengan hewan yang sedang sakit, kecuali hanya ringan masih bisa ditoleransi" kata Kiai Halim Soebahar saat pelantikan ketua MUI kecamatan di Situbondo, Kamis (2/6).
Ia mengemukakan Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang hukum dan pedoman pelaksanaan ibadah kurban di tengah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak.
Ibadah kurban, lanjut dia, merupakan salah satu ibadah yang terikat oleh syarat dan rukun (mahdhah) sesuai dengan ketentuan syariat Islam, di antara syarat penyelenggaraan ibadah kurban, sapi atau lembunya harus sehat karena menjadi syarat mutlak.
Kata Kiai Halim, jika hewan kurban itu sudah tertular PMK kategori berat, semua ulama sudah sepakat untuk tidak menyelenggarakan kurban karena itu akan membahayakan. Kesepakatan ulama ini tertuang dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada 30 Mei 2022. dan fatwa ini sebagai pedoman umat Islam dalam melaksanakan kurban agar tidak salah.
Berikut fatwa MUI terkait hukum berkurban di tengah wabah PMK:
1. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban.
2. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
3. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
4. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.
5. Pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban. (*)