Di pinggiran Sungai Ngotok yang membelah Kota Mojokerto, tepatnya di bawah jembatan Rejoto terdengar sayup-sayup suara gending gamelan. Umbul-Umbul dan janur kuning melengkung menambah maraknya gelaran sebuah acara.
Hari ini, merupakan gelaran Festival Mojotirto yang bertepatan dengan peringatan Hari Air Sedunia. Ini merupakan agenda rutin tahunan yang digelar Pemerintah Kota Mojokerto untuk uri-uri (pelestarian) budaya Kerajaan Majapahit yang sempat bertengger di Mojokerto.
Lokasi utama kegiatan ini juga bernuansa Kerajaan Majapahit, dengan simbol gapura khas kerajaan di gerbang utama. Tak jauh, sekitar lima meter terpampang panggung minimalis dengan tinggi kurang dari 50 centimeter dibalut dengan hiasan bambu petung. Tak lupa di atas panggung nampak ornamen matahari yang menjadi simbol kerajaan Majahapit.
Tidak hanya nuansa panggung, para pengisi kegiatan juga khas Majahapit, seperti pakaian pasukan kerajaan lengkap dengan tameng dan juga tombak bagi lak-laki. Sedangkan perempuan juga mengenakan pakaian permaisuri kerajaan.
Festival tahunan itu, mulanya dilatarbelakangi tentang Kota Mojokerto yang dilalui oleh tujuh aliran sungai di antaranya Sungai Ngotok, Sungai Brangkal, Sungai Ngrayung, Sungai Watudakon dan juga Sungai Cemporat.
Melalui tujuh aliran sungai tersebut, masyarakat Kota Mojokerto selama ini tidak pernah mengalami kekurangan air, bahkan sampai kekeringan. Karena itulah masyarakat Kota Mojokerto bersama dengan seluruh jajaran pemangku kepentingan mengimplementasikan rasa syukur dan menjadikannya sebagai momen mengangkat tradisi masyarakat melalui Mojotirto Festival.
Ada juga yang menyiratkan, kalau ucapan rasa syukur itu karena Kerajaan Majapahit, merupakan kerajaan agraris. tentunya sebagai kerajaan agraris tidak bisa lepas dari sumber mata air yang harus dijaga dari dulu hingga sekarang.
Namun yang jelas, ada salah satu ritual yang wajib dilakukan selama pelaksanaan festival Mojotirto tersebut yaitu, penuangan air yang diambil dari tujuh sumber mata air dan juga menabur tujuh jenis ikan ke dalam sungai.
Ini merupakan simbol pengharapan sekaligus penghormatan atau upaya pelestarian ekosistem air sebagai sumber kehidupan di wilayah Kota Mojokerto dan sekitarnya. Namun, jika dilihat dari aspek filosofi, air bagi manusia adalah sumber kehidupan, sehingga manusia tidak bisa dipisahkan dari air.
Festival Mojotirto 2022 diawali dengan permainan anak-anak seperti dakon, bekel, dan juga loncat tali. Kemudian dilanjutkan dengan kirab budaya dari warga yang mengenakan pakaian masa kejayaan Kerajaan Majapahit.
Disusul kemudian prosesi umbul donga tirto suci yaitu sebuah atraksi seni budaya sebagai penggambaran upaya penghormatan dan pelestarian kebudayaan yang dikemas dalam tampilan penari yang membawa bokor berisi air tujuh sumber. Selanjutnya, air tujuh sumber tersebut dilarung ke dalam sungai yang membelah Kota Mojokerto.
Menurut Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari, kegiatan itu mempunyai visi untuk uri-uri budaya. Hal ini dengan ditampilkan permainan tradisional seperti semprengan, permainan tali, sonda, dakon dan bekelan, penampilan karawitan, hingga tarian tradisional.
Menurut dia, Festival Mojotirto adalah kegiatan budaya yang masuk kalender tahunan Pemkot Mojokerto. "Seluruh pelaku seni budaya pendidikan, masyarakat dan pemerintah,” katanya.
Bangkitkan Ekonomi dan Budaya
Selain melestarikan budaya, festival ini juga dilakukan untuk mendorong kebangkitan perekonomian masyarakat yang telah lama terpuruk akibat Pandemi COVID-19. Berbagai makanan hasil olahan penduduk sekitar dipamerkan dan dijual kepada masyarakat umum.
Berbagai jenis makanan ringan, olahan kerupuk dan juga jajanan pasar bisa ditemui di stan pameran produk usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang ditatap apik di atas jembatan Rejoto.
Belum lagi geliat usaha warung-warung semi permanen di lokasi tersebut yang juga menjual aneka penganan, atau juga sekadar melepas haus dengan minuman dingin.
Rencananya, di lokasi tersebut juga dikembangkan potensi wisata seperti bangunan kuliner dan juga tempat perpustakaan. Di samping itu, wisatawan juga bisa menyewa perahu sambil menikmati kuliner di atas perahu sambil menikmati suasana Sungai Ngotok.
Menjadikan wilayah Mojokerto Kota bagian barat ini menjadi salah satu destinasi wisata baru yang terintegrasi, mulai dari kuliner, budaya hingga pengetahuan.
Tidak hanya Festival Mojotirto saja yang menjadi andalan Pemerintah Kota Mojokerto dalam melestarikan kebudayaan. Karena dalam waktu dekat ini, Pemerintah Kota Mojokerto menyatakan kesiapan menjadi tuan rumah pada penutupan Muhibah Jalur Rempah 2022, seiring kesuksesan daerah yang dipimpinnya menjadi tuan rumah Festival Jalur Rempah 2021.
Muhibah Budaya dan Festival Jalur Rempah tahun 2022 yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan bekerja sama dengan TNI AL yang melibatkan kapal legendaris KRI Dewaruci.
Tahun 2022 ini rute Muhibah Budaya dan Festival Jalur Rempah 2022 adalah Surabaya, Makassar, Baubau Buton, Ternate-Tidore, Banda Neira, Kupang, dan semoga penutupannya bisa digelar di Kota Mojokerto, kata Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari.
Kota Mojokerto yang dilalui Sungai Brantas memiliki peran yang cukup besar dalam transportasi perdagangan rempah di masa lampau. Kekayaan rempah di Tanah Air ini sebagai salah satu warisan nenek moyang yang seharusnya dapat dilestarikan dan dikembalikan kejayaannya.
Melalui Muhibah Budaya dan Festival Jalur Rempah, bisa mengenalkan kepada masyarakat, terutama generasi muda mengenai kekayaan rempah di Indonesia.
Muhibah Budaya dan Festival Jalur Rempah yang disiapkan sebagai Warisan Budaya ini, dapat memperkuat diplomasi dan meneguhkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Spirit of Majapahit
Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Kota Mojokerto dalam melestarikan budaya Kerajaan Majapahit. Salah satunya dengan menggunakan semboyan Spirit of Majapahit yang selalu digaungkan oleh pemerintah kota setempat setiap kali melakukan kegiatan.
Kebanggaan menjadi tempat berdirinya Kerajaan Majapahit juga tampak dilakukan oleh Pemerintah Kota Mojokerto di setiap gerbang masuk perkantoran di kota setempat yang menggunakan gapura merah batu bata. Ini seakan membuat masyarakat bernostalgia mengingat kerajaan yang pernah berjaya beberapa ratus tahun yang lalu.
Sejumlah bangunan dan ruangan di Kota Mojokerto kini banyak yang berganti nama. Seiring dengan perubahan yang dilalukan dan bertemakan Majapahitan.
Perubahan nama-nama tersebut berdasarkan Keputusan Wali Kota Mojokerto Nomor 188.45/183/147.101.3/2021 tentang nama bangunan dan ruangan di lingkungan sekretaris daerah dan rumah dinas wali kota Mojokerto.
Seperti, Gedung Graha Mojokerto Servis City (GMSC) sekarang bernama Gedung MPP Gajah Mada. Ruangan lantai 1 Pendopo Sekretaris Daerah Kota Mojokerto bernama Sabha Mandala Tama.
Ruangan lantai 2 Pendopo Sekretaris Daerah Kota Mojokerto bernama Sabha Mandala Madya. Ruangan di rumah dinas Wali Kota Mojokerto yang dikenal dengan sebutan rumah rakyat juga berubah. Gedung utama di rumah dinas tersebut bernama Gedhong Hageng. Ruang tunggu di rumah dinas Walikota bernama Jayengan. Sedangkan pendopo rumah rakyat di kawasan rumah dinas itu bernama Sabha Kridatama.
Mojokerto semakin bangga menjadi penerus budaya Majapahit yang bisa menjadi kekuatan spiritual mengembangkan kota tanpa kehilangan jati dirinya.