Kota Mojokerto (ANTARA) -
Penjabat (Pj) Wali Kota Mojokerto, Moh. Ali Kuncoro mengajak seluruh masyarakat memaknai peringatan Hari Anti Korupsi Dunia (Hakordia) sebagai sebuah gerakan moral dan revolusi mental.
"Mari kita maknai peringatan hari anti korupsi ini jangan hanya sebatas seremonial belaka, tapi sebagai sebuah gerakan moral, dan revolusi mental," katanya saat menjadi narasumber gelar wicara pencegahan korupsi melalui pengendalian gratifikasi, peringatan Hakordia 2024 yang digelar di Sabha Mandala Madya, Balai Kota Mojokerto, Kamis.
Ali Kuncoro mengingatkan seluruh jajarannya, ada tiga jenis korupsi berdasarkan skala dan paparannya, yaitu petty corruption, grand corruption, dan political corruption.
Petty corruption adalah korupsi skala kecil, seperti pungutan liar, gratifikasi, penyuapan, uang pelicin. kemudian grand corruption atau biasa disebut korupsi kelas kakap adalah korupsi dengan nilai kerugian negara yang fantastis, miliaran hingga triliunan rupiah.
Sementara political corruption atau korupsi politik terjadi ketika pengambil keputusan politik menyalahgunakan wewenangnya dengan memanipulasi kebijakan, prosedur, seperti penyuapan, jual beli suara, nepotisme, atau pembiayaan kampanye.
"Menghilangkan korupsi itu memang tidak mudah, tapi bisa kita minimalisir, melalui peningkatan transparansi, penguatan sistem pengawasan, edukasi masif, serta reformasi birokrasi yang bebas dari celah korupsi," katanya.
Sosok yang akrab disapa Mas Pj ini mengatakan jika ingin Kota Mojokerto bersih dari korupsi, harus dimulai dari diri sendiri.
"Mari kita mulai dari diri sendiri dengan hal-hal kecil, seperti disiplin tidak korupsi waktu bekerja," katanya.
Capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) Kota Mojokerto tahun 2024 cukup tinggi yakni sebesar 91, menduduki peringkat 2 se-Jawa Timur.
MCP merupakan parameter bagi KPK dalam upaya mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dengan tujuan mendorong perbaikan sistem dan regulasi serta implementasi sistem pengelolaan yang lebih transparan.*