Surabaya (ANTARA) - Pemerhati perempuan Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Dr Sumiati mendukung adanya satgas antikekerasan seksual di lingkungan kampus sebagai bentuk penguatan implementasi dari Permendikbud No. 30 tahun 2021 tentang Kekerasan Seksual.
Sumiati menilai dibentuknya satgas antikekerasan seksual ini, untuk menjaga marwah perguruan tinggi yang merupakan lingkungan pendidikan.
"Jangan sampai hal tercela (kekerasan seksual) ini sampai terjadi di lingkungan pendidikan atau lingkungan kampus. Apalagi kekerasan seksual tidak hanya dalam bentuk pelecehan fisik, tapi juga verbal," katanya melalui keterangan, Rabu.
Wanita yang juga menjabat sebagai Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Untag Surabaya ini mengapresiasi terobosan kampusnya dalam membentuk satgas tersebut, di mana salah satu aksinya dengan mengundang Komnas Perempuan dalam pembentukan panitia seleksi satgas.
Lebih lanjut, Sumiati mengatakan meski belum ada kasus kekerasan seksual yang terjadi, namun pembentukan satgas tersebut sebagai bentuk keseriusan dan antisipasi perguruan tinggi.
"Meskipun kuliahnya masih hybrid, kita akan menjadi lebih siap lagi jika nantinya tatap muka. Karena sudah terbentuk satgas kekerasan seksual. Karena kita kan service ke mahasiswa tidak hanya dalam pendidikannya tapi juga humanity-nya," ujarnya.
Sumiati juga mengatakan, saat menjabat sebagai ketua LSM Perempuan Jawa Timur banyak kasus yang dialami perempuan di wilayah setempat, utamanya soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Untuk mencegah kasus tersebut bertambah, Sumiati mengundang berbagai narasumber untuk mensosialisasikan dan membahas undang-undang KDRT.
"Lingkungan kita masih takut ya untuk melaporkan hal-hal seperti itu. Padahal jika kita melihat (KDRT atau kekerasan seksual) jangan pernah takut untuk melaporkan dan mendampingi korban," katanya.
Berkaitan dengan adanya Permendikbud No. 30 tahun 2021, Sumiati berharap agar perempuan-perempuan yang mengahadapi kekerasan seksual harus lebih berani bersuara. Perempuan harus berani mengambil tindakan dan keputusan.
"Selama tidak menyalahi koridor, tidak menyalahi aturan pemerintah atau agama, jangan pernah takut bersuara. Perempuan harus berani, dan jangan ragu dalam mengahadapi persoalan kekerasan seksual ini. Sepanjang hal itu untuk kebermanfaatan orang banyak," kata dia. (*)