Jakarta (ANTARA) - Di antara sejumlah cara relatif mudah menentukan diri Anda obesitas, mengukur lingkar pinggang salah satunya, menurut dokter spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia, dr. Marya Haryono, MGizi, Sp.GK., FINEM.
"Cara gampang pakai ukur lingkar pinggang. Lingkar pinggang biasanya menandakan penumpukan lemak baik di bawah kulit maupun lemak viseral atau lemak di dalam perut," ujar dia dalam webinar bertajuk "Beat Obesity Community Festival", Kamis.
Anda bisa menggunakan pita pengukur meteran mengukur bagian atas tulang pinggul sejajar dengan pusar. Pastikan tidak terlalu ketat dan lurus, bahkan di bagian belakang dan jangan menahan napas saat mengukur.
Anda dikatakan mengalami obesitas sentral jika lingkar perut melebihi 90 cm (pada laki-laki) dan 80 cm (untuk perempuan).
Seperti dikutip dari Medical News Today, ukuran lingkar pinggang yang lebih besar menandakan Anda memiliki kelebihan lemak perut yakni jenis viseral. Lemak viseral yang berlebihan dikaitkan dengan peningkatan inflamasi atau peradangan di dalam tubuh.
Selain obesitas, lingkar pinggang juga bisa menjadi petunjuk apakah Anda berisiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan penyakit jantung.
Di sisi lain, menghitung indeks massa tubuh (IMT) pun bisa menjadi cara menentukan obesitas. Untuk menghitungnya, ukur berat badan dalam kilogram dan tinggi badan dalam meter kuadrat. Kemudian, bagi berat dengan tinggi kuadrat.
Misalnya, Anda memiliki berat badan 57 kg dengan tinggi 1,71 m (171 cm). Tinggi Anda setelah dikuadratkan menjadi 2,92. Maka IMT Anda yakni berat badan dibagi tinggi kuadrat menjadi 57 : 2,92 adalah 19,52.
Anda dikatakan obesitas jika IMT lebih dari 27. Sementara IMT normal berada pada kisaran 18,5-25.
Obesitas terjadi akibat penumpukan lemak berlebihan di dalam tubuh, atau dengan kata lain ketidakseimbangan antara asupan yang masuk ke tubuh dan keluar.
Marya mengatakan, penyimpanan ini bukan hanya karena Anda terlalu banyak mengonsumsi lemak tetapi juga porsi protein dan karbohidrat, kemudian dicadangkan di dalam tubuh menjadi timbunan lemak yang pelan-pelan tapi pasti. Selain asupan, kurang melakukan aktivitas fisik juga bisa berdampak pada munculnya kondisi obesitas.
"Kalau misalnya antara yang kita butuhkan tidak dengan yang dimasukkan (terlalu banyak), badan kan pintar daripada dibuang-buang disimpan saja jadi cadangan menjadi lemak," kata dia.
Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 memperlihatkan prevalensi obesitas pada mereka yang berusia di atas 18 tahun mencapai 21,8 persen atau 37,5 juta orang, sementara obesitas sentral pada orang berusia di atas 15 tahun mencapai 31 persen atau 60,3 juta orang.
Sebanyak 20 persen orang dengan obesitas akan mengalami hipertensi dan 90 persen terkena diabetes melitus, gangguan pernapasan, masalah sendi, masalah kulit, risiko kanker dan dampak psikologis. (*)