Surabaya (ANTARA) - Kamar dagang dan industri (Kadin) Surabaya mendukung kebijakan pemerintah untuk menerapkan aturan karantina selama tiga hari bagi orang yang masuk ke Indonesia, karena bisa menjadi stimulus untuk mendongkrak ekonomi.
"Perubahan aturan karantina menjadi tiga hari ini memang menjadi semacam stimulus untuk mendongkrak ekonomi, khususnya terkait sektor pariwisata dengan berbagai turunannya termasuk Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE)," kata Ketua Umum Kadin Surabaya M. Ali Affandi di Surabaya, Rabu.
Aturan terbaru dalam Addendum Surat Edaran Nomor 20/2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi COVID-19 itu telah diterbitkan Satgas COVID-19 pada 2 November 2021.
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa orang yang masuk ke Indonesia dengan dosis lengkap boleh hanya karantina 3 hari, namun jika belum lengkap wajib karantina 5 hari, dan seluruh WNI/WNA tetap wajib menjalani tes usap atau PCR secara ulang di Indonesia.
Andi, sapaan akrabnya, menilai, dengan kewajiban tes ulang PCR dan karantina bagi siapa pun yang masuk ke Indonesia, cukup bagus sebagai langkah screening awal untuk mencegah potensi penularan COVID-19.
“Dengan adanya pengurangan karantina menjadi 3 hari, tentunya biaya masuk ke Indonesia akan semakin terjangkau, sehingga harapannya bisa meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara yang per kuartal III/2021 menurum drastis hingga 67 persen,” ujarnya.
Dari sisi Surabaya, lanjut Andi, kebijakan tersebut juga berpotensi mempercepat pemulihan ekonomi, karena akan membuat “kendala” orang dari luar negeri untuk datang ke Surabaya semakin berkurang.
“Dengan sendirinya ini bisa memberikan dampak positif bagi ekonomi Surabaya. Tetapi tetap semua harus saling mengingatkan. Pandemi belum pergi. Jangan kendor menerapkan disiplin protokol kesehatan dalam segala situasi. Jadi meski sudah karantina dan tes ulang PCR, tetap harus prokes ketika beraktivitas di Indonesia," kata Andi.
Andi mengatakan, saat ini pandemi di Tanah Air sudah relatif terkendali. Kasus aktif terus menurun. Positivity rate Indonesia juga sangat rendah, mencapai 0,4 persen pada Oktober 2021.
Level ini jauh di bawah batas yang ditoleransi WHO sebesar 5 persen. Momentum pengendalian pandemi ini harus terus dijaga agar tak ada lonjakan gelombang ketiga yang diprediksi sejumlah pihak berpotensi terjadi pada akhir 2021.
“Kuncinya adalah disiplin protokol kesehatan, terus memacu vaksinasi, serta tetap menjalankan testing dan tracing sesuai standar. Sehingga Insyaallah ekonomi bergerak, namun sektor kesehatan tetap terjaga dengan baik,” tuturnya.
Wakil Ketua Kadin Surabaya Bidang Kesehatan, Industri Olahraga, dan Milenial, Edra Brahmantya Susilo, menambahkan, kebijakan karantina 3 hari adalah hal yang baik bagi perekonomian. Meski demikian, tetap harus diikuti langkah-langkah antisipasi.
“Kita harus mengidentifikasi negara asal wisatawan, bagaimana kondisi pandemi COVID-19 di negara tersebut, semuanya harus dipantau. Terhadap negara yang positivity rate-nya tinggi, perlu treatment khusus dan antisipasi serius. Misalnya, tes ulang PCR tidak hanya ketika sampai di Indonesia, tetapi juga harus diulang lagi ketika sebelum keluar masa karantina,” jelas Edra.
“Hal tersebut dirasa cukup sebagai bagian proses screening,” imbuhnya.
Dia berharap pemerintah meningkatkan jumlah alat tes PCR dan kemampuan pengetesan hariannya pada daerah-daerah yang menjadi pintu keluar-masuknya wisatawan.
“Pemerintah juga harus tegas dalam penegakan aturan karantina dan tes ulang, sehingga potensi ledakan gelombang ketiga karena dibukanya pintu bagi wisatawan mancanegara benar-benar bisa kita antisipasi,” tuturnya.(*)