Jakarta (ANTARA) - Renang menjadi satu di antara 12 cabang olahraga yang akan dilombakan pada Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVI Papua, 2-15 November 2021, tepatnya di Arena Akuatik Kampung Harapan, Kabupaten Jayapura, mulai 8 hingga 13 November.
Berbeda dari Pekan Olahraga Nasional (PON), jumlah medali yang akan diperebutkan dalam tiap nomor renang Peparnas Papua akan jauh lebih banyak karena ada klasifikasi pada setiap nomor.
Cabang olahraga renang Peparnas Papua akan melombakan 192 nomor dengan 12 klasifikasi dari lima gaya baik pada sektor putra dan putri. Gaya bebas meliputi 50m, 100m, 200m, dan 400m. Sementara gaya dada, gaya kupu-kupu, dan gaya punggung masing-masing 50m dan 100m. Adapun gaya ganti hanya 200m.
Jika dihitung secara keseluruhan, renang pada Peparnas Papua akan memperebutkan 192 keping medali emas, masing-masing 105 untuk putra dan 87 untuk sektor putri.
Klasifikasi pada renang
Khusus renang pada Peparnas Papua, atlet yang akan tampil terbagi empat kategori yang menjadi dasar klasifikasi.
Pertama, atlet yang mengalami hambatan fisik dan terdapat tujuh klasifikasi meliputi S4, S5, S6, S7, S8, S9, dan S10.
Secara umum hambatan fisik ini disebabkan karena amputasi, polio, kakakuan otot, hambatan tubuh yang lain, dan hambatan pertumbuhan badan.
Kedua, atlet yang mengalami hambatan penglihatan yang diklasifikasikan menjadi tiga, yakni S11, S12, dan S14.
Klasifikasi S11 adalah atlet yang memiliki ketajaman visual sangat rendah dan atau tidak ada persepsi cahaya.
Sementara klasifikasi S12, atlet memiliki ketajaman visual lebih tinggi ketimbang atlet yang bersaing dalam kelas olahraga S/SB/dan/atau bidang visual dengan radius kurang dari 5 derajat.
Sedangkan untuk atlet yang masuk klasifikasi S13 memiliki gangguan penglihatan paling sedikit yang memenuhi syarat olahraga Paralimpiade. Mereka memiliki ketajaman visual tertinggi dan atau bidang visual dengan radius kurang dari 20 derajat.
Ketiga, atlet yang memiliki hambatan intelektual dan mereka masuk klasifikasi S14. Perenang S14 memiliki gangguan intelektual yang biasanya menyebabkan atlet mengalami kesulitan dalam mengenali pola, sekuensing, dan memori, atau memiliki reaksi yang lebih lambat yang berdampak kepada kinerja olahraga secara umum.
Selain itu, perenang S14 menunjukkan jumlah stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan perenang berbadan sehat.
Keempat, atlet yang memiliki hambatan pendengaran dan mereka masuk klasifikasi S15. Atlet memiliki gangguan pendengaran minimal 55 Db.
Atlet elite dan nasional
Merujuk pada Technical Handbook (THB) Peparnas Papua, atlet yang akan bersaing dalam lomba renang juga dibagi menjadi dua kelompok yakni atlet elite dan atlet nasional.
Atlet elite adalah mereka yang pernah mengikuti ajang besar baik single event maupun multievent seperti ASEAN Para Games, Asian Para Games dari edisi 2005 hingga 2018.
Khusus atlet elite, Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia dan PB Peparnas menerapkan kebijakan pembatasan nomor lomba, yakni atlet hanya boleh mengikuti satu nomor lomba dari dua pilihan nomor lomba.
Sementara atlet nasional adalah kelompok atlet yang belum pernah mengikuti ajang internasional dan maksimal boleh mengikuti tiga nomor lomba.
Pembatasan nomor lomba untuk atlet elite ini dilakukan sebagai upaya menjaga regenerasi. Atlet elite seperti perenang Jendi Pangabean mengaku tak keberatan dengan kebijakan pada Peparnas Papua ini.
"Kita tahu NPC Indonesia sudah punya nama dan prestasi sehingga harus dipertahankan. Selain itu, peraih medali di ajang internasional juga terus bertambah usia. Jadi memang harus ada regenerasi," kata Jendi Pangabean kepada ANTARA.
Lebih dari itu, masih kata Jendi Pangabean, pembatasan nomor untuk atlet elite juga bakal memotivasi atlet-atlet baru untuk lebih bersemangat mengejar prestasi.
Atlet 30 tahun itu berharap kebijakan pembatasan nomor lomba tidak sia-sia. Artinya, Peparnas Papua akan melahirkan bibit atlet potensial.
Bukan hanya mengejar medali emas, kata Jendi, tetapi bisa melebihi limit waktu yang dimiliki atlet elite yang tak turun pada nomor tersebut.
"Tentunya, harapannya aturan ini tidak sia-sia. Renang adalah olahraga terukur dan bukan medali saja yang dikejar, tetapi bisa mengalahkan limit waktu atlet elite lainnya," kata Jendi.
"Jangan menang medali karena kami (atlet elite) tidak turun. Tetapi memang karena layak dan limit waktunya bagus," sambung dia.
Jendi adalah salah satu elite Indonesia yang pernah pentas dalam berbagai kejuaraan internasional, termasuk Paralimpiade Tokyo 2020.
Adapun pada Peparnas Papua, dia akan turun dalam nomor 400 meter gaya bebas dengan bendera kontingen Sumatera Selatan.
Jendi masih memegang rekor nomor ini yang dia ciptakan di Malaysia pada 2017 dengan catatan waktu 4 menit 57 detik.
"Nomor 400 meter gaya bebas memang bukan spesialis saya. Tetapi saya ingin memecahkan rekor saya sendiri di Peparnas Papua nanti," pungkas Jendi.
Dalam dua edisi Peparnas sebelummnya, Jendi selalu sukses mendulang medali emas untuk Sumatera Selatan.
Debut Jendi dalam Peparnas terjadi saat pentas di Riau pada 2012 dengan sukses membawa pulang dua emas dari nomor 100 meter gaya punggung dan 200 meter gaya ganti, perak dari nomor 50 meter gaya kupu-kupu, dan perunggu pada nomor 50 meter gaya punggung.
Kemudian meningkat pada Peparnas 2016 di Jawa Barat dengan mendulang tiga medali medali emas masing-masing dalam nomor 100 meter gaya punggung, 200 meter gaya bebas, dan 200 meter gaya ganti.
Peparnas Papua: Mengenal nomor dan klasifikasi cabang olahraga renang
Selasa, 2 November 2021 12:24 WIB