Jakarta (ANTARA) - Ahli-ahli kesehatan dan epidemiolog memperkirakan potensi terjadinya gelombang ketiga pandemi COVID-19 di Indonesia pada akhir tahun 2021, dengan rujukan akan adanya hari libur Natal dan Tahun Baru 2022.
Argumen ancaman gelombang itu didalilkan pada rujukan kasus-kasus sebelumnya saat terjadinya libur panjang, di mana mobilitas masyarakat meningkat sehingga usai liburan, kemudian data-data menunjukkan adanya kenaikan kasus dalam jumlah yang tidak sedikit.
Sebenarnya, pada akhir 2020 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan adanya gelombang ketiga itu, khususnya di kawasan Eropa di awal 2021.
Adalah Utusan Khusus WHO untuk COVID-19 David Nabarro yang memperingatkan ada potensi gelombang ketiga virus corona itu, dan menyebut negara-negara di "Benua Biru" sebagai telah gagal mengantisipasi gelombang kedua infeksi.
Pada sebuah wawancara dengan surat kabar Swiss, yang dikutip laman Aljazirah, Ahad (22/11) 2020, ia menyatakan Eropa gagal membangun infrastruktur yang diperlukan selama bulan-bulan musim panas, setelah mereka mengendalikan gelombang pertama.
Sekarang, kata Nabarro, kita punya gelombang kedua. Jika mereka tidak membangun infrastruktur yang diperlukan, kita akan mengalami gelombang ketiga awal tahun depan.
Laporan media menyebut Eropa sebenarnya sempat menyaksikan penurunan kasus baru COVID-19, namun kemudian angkanya melonjak lagi.
Pada Sabtu (21/11), Jerman dan Prancis mencatatkan peningkatan kasus sebanyak 33 ribu. Swiss dan Austria, melaporkan ribuan kasus setiap harinya.
Inggris, bahkan menerapkan kembali penutupan total skala nasional pada awal November hingga pada 2 Desember 2021.
Karena itu, Nabarro mengingatkan negara Asia tidak melonggarkan pembatasan sosial terlalu dini dan harus menunggu sampai jumlah kasus berkurang dan tetap rendah.
Kasus Singapura
Kini, menjelang akhir Tahun 2021, WHO juga mengingatkan lagi akan potensi terjadinya gelombang ketiga itu, khususnya di Indonesia.
Epidemiolog yang menjadi panel ahli WHO terkait COVID-19 Dicky Budiman menyatakan banyaknya kegiatan yang mulai dibuka untuk umum tanpa ada protokol kesehatan dan skrining yang ketat akan memicu terjadinya lonjakan kasus lagi.
Lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia, menurut dia, sangat memungkinkan merujuk pada negeri tetangga Singapura, yang kini mengalami kejadian itu.
Ahli kesehatan yang menjadi sukarelawan dan terlibat dalam membantu menggalang bantuan nutrisi bagi tenaga kesehatan yang menangani COVID-19 dr Andreas Harry Lilisantoso, SpS (K) menguatkan pandangan itu.
Ia mengemukakan bahwa memang secara periodik pandemi COVID-19 penuh misteri.
Singapura yang begitu ketat saja, kata dia. bisa kecolongan, apalagi kita di Indonesia dengan jumlah penduduk yang tempat tinggalnya tersebar.
Tidak bisa dibantah bahwa masih banyak masyarakat di Tanah Air yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan dan itu adalah fakta.
Di sisi lain, vaksinasi baru di sekitaran angka 30 hingga 40 persen dari target sasaran.
Jadi, kata anggota "International Advance Research" Asosiasi Alzheimer Internasional (AAICAD) itu, solusinya adalah tetap waspada. Kita tetap harus menjalankan disiplin protokol kesehatan secara ketat.
Laporan CNN pada akhir September 2021 menyebutkan bahwa hingga hingga Rabu (29/9) Singapura kembali mencetak rekor kasus COVID-19 dengan 2.268 infeksi virus corona dalam 24 jam, dan menyebutnya sebagai "kasus harian COVID-19 Singapura lebih tinggi dari Indonesia".
Siapkan langkah
Atas kasus yang terjadi di Singapura itu, Presiden Joko Widodo meminta kepada seluruh jajaran menterinya untuk mengambil langkah mitigasi sehubungan dengan potensi gelombang ketiga, yang diperkirakan ahli pada akhir tahun ini.
Kepala Negara, melalui Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali yang juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dalam konferensi pers daring, Senin (18/10) menyatakan, meskipun angka penularan COVID-19 terus mengalami penurunan, namun para menteri di kabinetnya diwanti-wanti untuk tetap berhati-hati dan mengantisipasi terjadinya gelombang ketiga itu.
Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) itu menyatakan bahwa Presiden Jokowi menekankan semuanya agar betul-betul berhati-hati dan menyiapkan seluruh langkah mitigasi apabila terjadi gelombang ketiga akibat Libur Natal dan Tahun Baru.
Disebutkan bahwa kunci menahan gelombang baru adalah mengendalikan jumlah kasus pada masa strolling atau ketika kasus sedang rendah.
Dalam upaya mengantisipasi itu, Satgas Penanganan COVID-19 menyatakan pemerintah sudah menyiapkan langkan melalui beberapa strategi antisipasi agar tidak terulang lagi adanya gelombang baru.
Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Letjen TNI Ganip Warsito menyatakan ada enam strategi yang disiapkan guna menghadapi potensi terjadinya gelombang ketiga itu.
Pertama, memastikan pelonggaran aktivitas diikuti pengendalian lapangan yang ketat, yang dimaksudkan agar masyarakat tidak menyikapi penurunan level PPKM dengan euforia yang berlebihan.
Kedua, meningkatkan laju vaksinasi untuk kelompok lanjut usia (lansia), khususnya di wilayah aglomerasi dan pusat pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, mendorong percepatan vaksinasi anak agar imunitas anak sudah terbentuk ketika musim libur tiba.
Keempat, menertibkan mobilitas pelaku perjalanan internasional dengan aturan protokol kesehatan yang ketat, terutama ke Bali.
Kelima, memperkuat peran pemerintah daerah dalam mengawasi kegiatan dan mengedukasi warga, terutama tentang rincian protokol kesehatan yang harus dijalankan.
Lalu, keenam, terus meningkatkan kampanye protokol kesehatan untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat.
Potensi ancaman gelombang ketiga pandemi COVID-19 sudah diperingatkan para ahli kesehatan dengan rujukan peristiwa sebelumnnya, yakni gelombang satu dan dua.
Semua sepakat bahwa kewaspadaan tetap harus dijadikan rujukan, yakni disiplin protokol kesehatan menjadi keniscayaan yang tidak boleh dikendorkan. (*)