Jakarta (ANTARA) - Batik telah ditetapkan sebagai karya agung warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi atau Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity oleh Organisasi Kebudayaan Dunia UNESCO pada 2 Oktober 2009 lalu. Sejak saat itu, 2 Oktober selalu diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Seiring waktu, batik tidak hanya dikenakan dalam momentum resmi atau formal saja, tetapi juga bisa dikenakan dalam kegiatan sehari-hari dan mulai menarik perhatian generasi muda.
Pemilik jenama batik premium Garuda Kencana Batik, Yos Christian Addyputra, mengatakan penting bagi anak muda untuk bersedia mengenakan dan mengaplikasikan batik dalam kehidupan sehari-hari.
"Karena batik memiliki karya seni yang tidak kalah apik dengan brand-brand fesyen mancanegara, di mana batik Indonesia sangat otentik memiliki filosofi dan dibuat dengan tangan, bukan dibuat oleh mesin," kata Yos Christian dalam keterangan resmi.
Jenama yang dia buat sejak Mei 2016 tidak hanya menghadirkan batik dalam bentuk kemeja, tetapi juga jaket bomber, collarless blazer, jaket riders hingga kimono batik yang didesain dengan motif batik kontemporer seperti motif batik polos, atau bahkan motif macan dan naga.
"Saat ini anak muda banyak yang pakai batik. Tapi saya ingin lebih. Mereka pakai batik hanya saat ada acara saja. Jarang lihat anak muda nongkrong pakai batik. Akhirnya saya buat bomber jaket batik dengan desain tidak konvensional tapi dengan motif kontemporer seperti macan, naga. Lebih modern, tapi tetap batik tulis," ujar lelaki berusia 27 tahun tersebut.
Mulai usaha dengan modal Rp20 juta
Sebelum sukses sebagai pengusaha batik, Yos bercerita bagaimana dirinya pernah mencicipi peran sebagai wirausaha di berbagai bidang seperti berjualan aksesoris komputer, gawai, kosmetik pria hingga berkecimpung di dunia fesyen sebagai Client Advisor di brand retail premium Louis Vuitton.
Kata Yos, hal tersebut menjadi modal besar saat dirinya hendak memulai bisnis di sektor batik tulis premium.
Ketertarikannya pada batik sendiri ketika ia harus mencari kemeja batik yang pas dan cocok untuk selera anak muda seperti dirinya.
"Waktu bekerja paruh waktu, saya mencari batik di mal dan sulit menemukan batik yang saya suka sebagai anak muda. Ketika menemukan yang pas dan saya pakai, banyak yang bilang bahwa batik saya bagus. Dari sana saya menemukan peluang, bahwa anak muda kesulitan mencari batik yang modern. dan taste saya di dunia batik diakui oleh banyak orang," kata lelaki kelahiran Malang, Jawa Timur tersebut.
Memasuki studi akhir S1, Yos lalu memberanikan diri meminjam modal sebesar Rp20 juta kepada kedua orangtuanya. Ia lalu melakukan perjalanan singkat menyusuri Utara Jawa, untuk menemukan pengrajin batik tulis yang sesuai dengan citra brand batik yang hendak ia bangun.
Dalam menemukan batik terbaik, pengrajin dari Cirebon dan Pekalongan berhasil menarik perhatian Yos. Batik dari Pekalongan dan Cirebon, kata Yos, memiliki warna-warna mencolok yang cocok untuk semangat anak muda.
Lelaki yang datang ke Jakarta pertama kali pada 2011 ini benar-benar memulai usahanya sendirian. Sebagai perantau dari Malang, Yos melakukan semuanya sendirian mulai dari mencari mitra pengrajin batik, membangun citra brand hingga menjajakannya ke kalangan kelas atas.
Sebagai pemain baru, Yos sadar bahwa dirinya cukup nekat untuk masuk ke pasar batik premium. Namun ia yakin produk yang ia tawarkan memiliki kualitas jempolan untuk bisa diterima oleh pasar, baik di kalangan anak muda, pengusaha, hingga pejabat negara.
"Selain batik tulis berkualitas, Garuda Kencana Batik juga menawarkan pengemasan premium dan pelayanan melalui fasilitas home shopping service. Pernah dalam sehari saya mengantarkan produk ke Bekasi lalu Depok, lanjut ke Kelapa Gading hingga kemudian ke Senayan. Memang capek, tapi jalan apapun harus ditempuh supaya usaha saya bisa dikenal pada awalnya," tambahnya.
Produk batik premiumnya juga pernah dikenakan pejabat mulai dari keluarga Presiden Republik Indonesia keenam Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinvest), Luhut Binsar Pandjaitan hingga Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam.
Strategi bertahan
Pandemi COVID-19 yang berlangsung selama hampir dua tahun telah memukul banyak sektor ekonomi, salah satunya sektor batik.
Diceritakan Yos, semua bidang fesyen terutama batik sempat mengalami dampak pandemi yang begitu dalam. Itu terjadi karena banyak acara pesta, rapat dan acara penting lainnya batal diselenggarakan atau hanya diselenggarakan secara virtual.
"Batik adalah pakaian yang identik dengan acara pesta, meeting, dan acara penting lainnya. Otomatis kena dampak," tambahnya.
Namun, dia mengatakan Garuda Kencana Batik mampu bertahan karena memposisikan diri sebagai jenama kain batik premium yang telah memiliki banyak kolektor.
"Apalagi kolektor batik adalah tipikal yang hanya suka menyimpan saja khususnya batik tulis yang sangat otentik. Mereka menghargai seninya," tambah Yos.
Hingga saat ini, Yos bersama Garuda Kencana Batik tidak pernah mengurangi produksi dari pengrajin batik di Pekalongan dan Cirebon.
"Saya merasa punya tanggung jawab moral kepada pengrajin yang turut membesarkan Garuda Kencana Batik, di saat seperti ini mereka membutuhkan dana lebih untuk bertahan hidup. Dari sisi bisnis, batik bukan barang yang bisa kedaluwarsa, dan desain desain saya timeless. Jadi kenapa harus takut," tutup dia. (*)
Anak muda kelahiran Malang ini sekarang jadi pengusaha batik
Sabtu, 2 Oktober 2021 8:50 WIB