Surabaya (ANTARA) - Bunga Tabebuya (Chrysotricha) yang tampak menyerupai bunga Sakura asal Jepang bermekaran di sepanjang jalan protokol Kota Surabaya, Jawa Timur, menjelang dan pasca-Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriyah.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya Anna Fajriatin di Surabaya, Sabtu, mengatakan, Bunga Tabebuya itu biasanya mekar pada saat cuaca panas, sehingga mulai sebelum lebaran hingga saat ini, bunga tersebut sudah mulai bermekaran.
"Kalau terkena angin, bunga itu akan rontok dan yang lain akan mekar lagi. Uniknya, yang mekar kali ini rata-rata Bunga Tabebuya yang berwarna kuning, padahal spesiesnya ada putih dan pink juga," kata Anna.
Menurutnya, Bunga Tabebuya yang saat ini juga menjadi salah satu ikon Surabaya itu sudah menyebar di berbagai titik di seluruh Kota Surabaya, terutama di pinggir jalan protokol. Bahkan, yang mekar saat ini rata-rata yang ada di jalan-jalan protokol, sehingga menambah cantik jalanan Surabaya di saat momen lebaran kali ini.
"Hampir semua jalanan Surabaya sudah ditanami Bunga Tabebuya, karena setiap rayon di DKRTH melakukan penanaman Tabebuya. Jadi jumlahnya sudah sangat banyak se-Surabaya," ujarnya.
Anna menjelaskan, Pemerintah Kota Surabaya sudah menanam Tabebuya di pinggir-pinggir jalan itu sudah sejak beberapa tahun lalu. Tiap tahun jumlahnya terus diperbanyak.
Pada tahun 2020, total Tabebuya yang keluar atau yang ditanam lebih dari seribu batang. Kemudian tahun 2021 hingga bulan ini, jumlah Tabebuya yang keluar atau yang ditanam sudah lebih dari 500 batang.
"Kalau untuk spesiesnya memang ada tiga, yaitu kuning, pink dan putih," katanya.
Ia mengatakan bahwa Pemkot Surabaya memilih tanaman Tabebuya yang banyak ditanam di pinggir jalan karena dari segi kualitas bunganya memang menarik, dan pohonnya cepat tumbuh besar. Di sisi lain, tanaman tersebut tetap tumbuh dengan baik di iklim apapun.
"Untuk perawatan, tidak ada kesulitan. Empat bulan sekali kita kasih pupuk," katanya.
Untuk kegiatan perawatan, Anna mengaku hanya melakukan penyiraman dan memberikan pupuk secara reguler. Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah.
"Dari kegiatan perantingan pohon, kita manfaatkan untuk kompos. Untuk tanaman-tanaman yang ada di taman, kita sudah kurangi penggunaan pupuk kimia, beralih ke organik," ujarnya.
Saat ini, Tabebuya di Surabaya sudah semakin banyak, sehingga Anna berharap kepada warga untuk bersama-sama menjaga tanaman tersebut. Bahkan, ia juga meminta apabila ada oknum yang usil misalnya menancapkan paku di tanaman tersebut, diminta untuk langsung melaporkan kepada jajaran DKRTH, supaya paku yang ditancapkan itu segera dicabut.
"Sebab, bagaimana pun juga, mereka ini adalah makhluk hidup yang harus kita jaga bersama," katanya.
Keindahan tanaman Tabebuya itu mampu menarik perhatian masyarakat. Beberapa pengendara yang melintas di Jalan Ahmad Yani, sesekali berhenti hanya untuk mengabadikan mekarnya Tabebuya yang indah itu. Mereka berswafoto dengan latar belakang pohon Tabebuya yang mekar itu.
"Canti sekali bunganya, saya suka, seperti Bunga Sakura di Jepang. Kebetulan saya tadi lewat sini kok ternyata Tabebuyanya yang kuning mekar, saya ke pinggir dulu untuk selfie," kata salah sorang warga Surabaya, Indah Permatasari sambil tersenyum.
Pendapat senada juga disampaikan oleh Brigita, perempuan 21 tahun asal Sidoarjo. Menurutnya, bunga Tabebuya ini jarang sekali mekarnya, dan setahu dia hanya setahun sekali, sehingga dia tidak mau melewatkan momen berharga itu untuk mengabadikan indahnya Bunga Tabebuya itu.
"Karena hanya setahun sekali, makanya begitu ada kesempatan, saya ingin melihat bunganya dari dekat. Foto-foto bunga yang saya abadikan ini nanti saya akan share ke medsos, seperti instagram. Ini terlalu indah untuk dilewatkan," katanya. (*)