Tulungagung (ANTARA) - Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi mendorong pemerintah lebih serius dalam memfasilitasi percepatan izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) yang diajukan masyarakat desa, termasuk dalam hal ini masyarakat desa hutan di Tulungagung, Jawa Timur.
“Hutan di Tulungagung 'memanggil' pemerintah provinsi dan (pemerintah) kabupaten, serta berbagai pihak untuk turut andil memulihkan hutan dengan cara baru melalui skema Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS)," kata Deputi Direktur PPLH Mangkubumi Munif Rodaim dalam workshop perhutanan sosial di Tulungagung, Kamis.
Ia menyebut ada tiga pengajuan IPHPS oleh kelompok tani di tiga desa di Tulungagung selatan, yaitu Desa Besole di Kecamatan Besuki, Desa Tenggarejo dan Jengglungharjo di Kecamatan Tanggunggunung.
Namun, setelah sekian tahun diajukan, hingga saat ini baru satu pengajuan yang telah disetujui. Satu-satunya izin IPHPS yang sudah turun itu diterima Kelompok Tani Argo Makmur Lestari dari Desa Besole, Kecamatan besole dimana mereka mendapat SK IPHPS dengan luas 845 hektare dengan 714 petani pemanfaat.
Sementara Kelompok Tani Wonodadi Lestari dari Desa Tenggarejo dan KT Sanggar Bersatu Desa Jengglungharjo sampai saat ini belum mendapatkan izin IPHPS. Padahal pengajuan telah dilakukan berikut kelengkapan persyaratan yang dibutuhkan, sejak pengajuan 2019, dua tahun lalu.
Menurut Munif, lamanya proses penerbitan SK IPHPS mengindikasikan kekurangseriusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam mengimplementasikan IPHPS.
“Pemerintahan Jokowi perlu memprioritaskan masyarakat dalam mengelola hutan melalui IPHPS. Bukan malah sebaliknya, memprioritaskan perusahaan tebu di Desa Tenggarejo dan proyek-proyek penghijauan di Desa Jengglungharjo, yang menyebabkan hilangnya akses masyarakat terhadap hutan," kata Munif.
Dalam workshop yang digelar PPLH Mangkubumi bekerjasama dengan The Samdhana Institute itu juga diungkap bahwa dari 568 hektare permohonan IPHPS di DesaTenggarejo, yang akan dikabulkan hanya 100-an hektare.
Berkurangnya luasan IPHPS yang sudah diajukan itu karena sebagian besar lahan rupanya telah dikerjasamakan Perum Perhutani dengan PTPN X, untuk areal tanaman tebu.
Sementara di Desa Jengglungharjo kondisinya disebut Munif lebih parah lagi. Dari 900-an hektare yang diajukan IPHPS, hanya 70-an hektare yang dikabulkan untuk menjadi IPHPS karena terkendala proyek rehabilitasi hutan dan lahan.
"Oleh karena itu, PPLH Mangkubumi mengajak Direktorat Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Direksi Perum Perhutani, Dinas Kehutanan JawaTimur, dan berbagai pihak untuk sama-sama memikirkan nasib para petani hutan yang saat ini hidup dalam garis kemiskinan," ujarnya.
PPLH Mangkubumi juga mendorong Bupati Tulungagung untuk memberikan dukungan dan memperkuat Kelompok Tani Hutan melalui melalui penganggaran APBD sebagaimana yang tertuang dalam surat edaran Kemendagri Nomor 522/626/SJ tentang Peran Pemerintah Daerah dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat berbasis Perhutanan Sosial.
Dikonfirmasi di forum yang sama, Kepala Bidang Pengeloaan DAS dan Perhutanan Sosial Dinas Kehutanan provinsi Jawa Timur Deden Suhandi mengatakan pemerintah konsisten mengimplementasikan IPHPS bagi petani di sekitar desa hutan.
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya SK IPHPS yang sudah diterbitkan. Hingga akhir 2020 saja, SK IPHPS yang sudah dikeluarkan Kementerian LHK untuk Jawa Timur ada sebanyak 290 unit. Sedanghkan hingga akhir Maret 2021, jumlahnya bertambah menjadi 328 izin.
"Ini sudah jauh melebihi target yang ditetapkan di Jawa Timur," ujarnya.
Dia paparkan, 290 izin perhutanan sosial yang sudah turun di Jawa Timur itu memiliki total luas 143.119,30 hektare dengan jumlah petani pemanfaat sebanyak 94.914 KK. (*)