Sidoarjo (ANTARA) -
Petugas Satuan Reserse Kriminal Polresta Sidoarjo berhasil mengungkap kasus dugaan penggunaan boraks untuk bahan makanan kerupuk di wilayah hukum setempat.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Sidoarjo Komisaris Polisi Wahyudin Latif di Sidoarjo Senin mengatakan atas kasus tersebut pihaknya berhasil menyita barang bukti sebanyak 3,9 ton barang siap edar.
Video oleh Indra Setiawan
Video oleh Indra Setiawan
"Kami juga menyita sebanyak 1,4 ton boraks untuk bahan campuran pembuatan kerupuk tersebut," katanya saat temu media di Sidoarjo, Jawa Timur.
Ia mengatakan, boraks telah dilarang penggunaannya untuk campuran bahan makanan, karena peruntukannya digunakan untuk campuran las atau juga bahan bangunan.
"Atas kasus ini kami menangkap dua orang pelaku masing-masing berinisial SN dan juga ST yang merupakan pasangan suami istri," ujarnya.
Ia mengatakan, tersangka ini dijerat dengan pasal 136 atau pasal 142 UU RI Nomor 18 tahun 20112 tentang pangan.
"Atau pasal 162 ayat (1) UU RI nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Dengan ancaman lima tahun penjara," katanya.
Tersangka, kata dia, mengaku kalau barang yang diproduksi tersebut telah diedarkan ke beberapa kota di Indonesia seperti di DKI Jakarta, Bali dan beberapa kota di Jawa.
"Tersangka ini mengaku telah mengedarkan kerupuk berbahan campuran boraks sejak tahun 2015 dengan rata-rata produksi setiap harinya sebanyak 2 sampai dengan tiga ton," katanya.
Ia mengatakan, terkait dengan usaha terlarang yang dilakukan tersebut pelaku berhasil mengantongi keuntungan sebanyak Rp175 juta setiap bulannya.
"Tersangka mengaku untuk setiap kantong kerupuk dijual dengan harga Rp54 ribu," ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Analis Obat dan Makanan Dinkes Provinsi Jatim Rahmi mengaku jika boraks dilarang dan tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pangan karena bisa mengganggu fungsi tubuh serta menimbulkan penyakit kanker.
"Sesuai dengan Permenkes boraks sudah dilarang dan tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pangan," ucapnya.