Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog dari Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat Defriman Djafri Ph.D mengingatkan para pemangku kepentingan terkait virus Nipah yang baru-baru ini kembali mencuat merupakan ancaman nyata terutama di negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan.
"Sebenarnya ini tidak tergolong baru namun ini menjadi ancaman yang nyata ketika kita masuk ke negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan virus Nipah memiliki kemiripan dengan virus corona atau COVID-19 dimana disebarkan oleh kelelawar atau dengan kata lain tergolong zoonosis.
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Provinsi Sumatera Barat tersebut mengatakan virus Nipah menyebabkan dua target yakni neurologis serta pernapasan dan itu bisa menyebabkan kematian pada korban.
"Neurologis ini diagnosisnya tidak bisa cepat dan butuh penelitian dalam karena kasus yang dilaporkan tidak terlalu banyak," kata Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand tersebut.
Jauh dari itu, salah satu kekhawatiran para ahli kesehatan termasuk epidemiolog ialah virus Nipah menjadi pandemi selanjutnya. Artinya, terjadi penularan dari orang ke orang secara langsung.
"Ini yang perlu diantisipasi sebab jangan sampai kejadian virus corona yang awalnya hanya melalui penularan dari hewan ke manusia kemudian berkembang penularan dari manusia ke manusia," katanya.
Oleh sebab itu, Defriman meminta pemerintah bergerak cepat mengantisipasi bahaya virus Nipah. Dikhawatirkan pula sudah ada yang terinfeksi namun belum terdeteksi.
"Apalagi selama ini juga tetap melalui test polymerase chain reaction," ujar dia.
Virus Nipah masuk dalam daftar salah satu dari 10 penyakit menular dari 16 penyakit yang diidentifikasi oleh WHO sebagai risiko kesehatan terbesar masyarakat, bersama dengan Mers dan Sars-penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus corona serta memiliki tingkat kematian yang jauh lebih tinggi daripada COVID-19 tetapi tidak terlalu menular.