Surabaya (ANTARA) - Pengamat Sosial Politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Agus Mahfud Fauzi menilai adanya pengajuan mutasi pejabat Pemkot Surabaya menjelang akhir masa jabatan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kurang tepat.
Agus Mahfud Fauzi di Surabaya, Selasa, mengatakan sesuai Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, disebutkan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
"Secara etika juga tidak pantas. Seharusnya, jika melakukan evaluasi terhadap pejabatnya atau ASN di Pemkot Surabaya, bisa dilakukan sebelum pilkada," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Surabaya Arif Fathoni mengatakan pengajuan mutasi ASN dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kepada Mendagri melalui Gubernur Jawa Timur tidak elok dan tidak pantas.
"Saya meyakini pengajuan mutasi itu bukan berdasarkan penilaian kinerja, tapi lebih karena faktor suka dan tidak suka," ujarnya.
Ia menjelaskan, setelah Pilkada Surabaya pada 9 Desember mendatang, secara de facto Risma bukan lagi pemimpin Kota Surabaya karena rakyat sudah memberikan mandat kepada pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya yang menang.
Untuk itu, kata Toni, sebaiknya Risma fokus kepada penetrasi program akhir tahun yang sudah direncakanakan, baik melalui APBD murni atau perubahan. Sehingga, kata dia, Risma bisa mengakhiri karir politiknya sebagai wali kota dengan catatan bagus.
"Ini soal pantas dan tidak pantas. Makanya saya pikir lebih bijak Risma tidak melakukan kebijakan strategis mengingat jabatannya tinggal menunggu hari," katanya. (*)
Informasi yang diperoleh ANTARA salah satu pejabat yang akan dimutasi adalah Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Suharto Wardoyo dan mendefinitifkan Pelaksana Tugas (Plt) kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya Anna Fajriatin.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Pemkot Surabaya Mia Santi Dewi belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi ponselnya terdengar nada sibuk. (*)