Jakarta (ANTARA) - Zoom Video Communications Inc dituntut dengan gugatan perwakilan kelompok (class action) oleh salah satu pemegang sahamnya pada hari Selasa (7/4) menuduh aplikasi konferensi video itu "melebih-lebihkan standar privasi" dan gagal mengungkapkan bahwa layanannya tidak dienkripsi ujung-ke-ujung (end-to-end encryption).
Dilaporkan Reuters, salah satu pemegang saham Zoom, Michael Drieu, mengklaim di pengadilan bahwa serangkaian laporan media baru-baru ini yang menyoroti kelemahan privasi dalam aplikasi Zoom telah menyebabkan saham perusahaan anjlok.
Saham perusahaan ditutup turun sekitar 7,5 persen pada 113,75 dolar AS pada hari Selasa (7/4). Mereka telah kehilangan hampir sepertiga dari nilai pasar mereka sejak menyentuh rekor tertinggi pada akhir Maret.
CEO Zoom Eric Yuan pekan lalu meminta maaf kepada pengguna, mengatakan perusahaan itu telah gagal memenuhi harapan privasi dan keamanan komunitas, dan sedang mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki masalah tersebut.
Popularitas Zoom tiba-tiba meroket menyusul banyaknya jutaan pengguna baru dari seluruh dunia karena orang-orang dipaksa untuk bekerja dari rumah sebagai upaya karantina mandiri guna memperlambat penyebaran virus corona.
Namun, Zoom menghadapi serangan balik dari pengguna yang khawatir tentang kurangnya enkripsi sesi rapat dan "zoombombing", di mana para tamu yang tidak diundang ikut rapat.
Perusahaan roket Elon Musk, SpaceX baru-baru ini melarang karyawannya menggunakan Zoom, dengan alasan "masalah privasi dan keamanan yang signifikan."
Sementara kabinet Taiwan mengatakan kepada lembaga pemerintah untuk berhenti menggunakan aplikasi tersebut. Zoom masih belum menanggapi permintaan Reuters untuk memberikan komentar lanjutan. (*)
Zoom dituntut secara hukum karena masalah keamanan
Rabu, 8 April 2020 18:58 WIB