Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Data Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI, Said Mirza Pahlevi menjelaskan bahwa data penduduk miskin merupakan ranah Balai Pusat Statistik (BPS).
Kendati demikian, apabila ingin mengetahui siapa orangnya bisa melihat pada data Kementerian Sosial.
"Siapa orangnya, bukan jumlah. Jadi ini harus kami klarifikasi. Kalau angka kemiskinan jangan merujuk ke Kemsos. Merujuk ke BPS," kata Mirza kepada wartawan di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).
Dalam kesempatan itu, Mirza menjelaskan perihal kuota Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang sudah dicocokkan datanya oleh Kemsos bersama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Ia mengatakan ada 40 juta jiwa peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN-KIS yang sudah dicocokkan atau dibersihkan dengan mengacu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kemsos. Dari 40 juta jiwa itu, 10 juta data PBI disisir di tahun 2019.
"Sepuluh juta juta jiwa dibersihkan tahun 2019. Nah, tahun ini sebenarnya mau dibersihkan lagi. Dikeluarkan, diganti (dengan yang ada) dalam DTKS," kata Mirza.
Ia mengatakan bahwa ada 14 sampai 20 juta data penduduk miskin Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) dalam DTKS yang masih belum masuk PBI JKN-KIS.
Oleh karena itu, nama-nama di dalam DTKS yang belum masuk peserta PBI itu yang dimasukkan dalam kepesertaan PBI mengacu jumlah kepesertaan DTKS yang belum terdaftar dalam data PBI.
"Sekitar 14 sampai 20 juta, sekitar segitu lah. Maksudnya begini, dikurangi saja. Sekarang kan di DTKS itu ada 97 juta total semuanya, di situ ada 66 juta yang PBI. Dikurangi saja, 97 dikurangi 66, selisih itu jumlah yang berpotensi dikurangi dalam kepesertaan BPJS Kelas 3 Mandiri ini dengan PBI-JK," kata Mirza. (*)