Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Jumlah penindakan terhadap warga negara asing (WNA) di wilayah kerja Kantor Imigrasi Kelas I Malang selama Januari hingga 1 Desember 2019 mengalami penurunan, dari 144 WNA yang ditindak pada tahun 2018 menjadi 74 WNA pada 2019.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Malang Novianto Sulastono di Malang, Jawa Timur, Jumat, mengemukakan terhadap 74 WNA tersebut, pihaknya telah melakukan tindakan administratif.
"Dari 74 WNA yang telah dikenakan tindakan administratif itu, jenis tindakannya beragam mulai dari denda hingga deportasi," kata Novianto Sulastono di sela diskusi bertajuk "Membangun Sinergisitas Kehumasan Antara Kantor Imigrasi Kelas I TPI Malang dengan Media dan Instansi terkait dalam Upaya untuk Peningkatan Publikasi Citra Positif Imigrasi" di Malang.
Lebih lanjut, Novianto mengatakan pada 2019 jumlah penindakan mengalami penurunan. Tahun 2018 jumlah WNA yang dideportasi sebanyak 144 orang (WNA) dan tahun ini hanya 74 penindakan. Dari 74 WNA yang ditindak tersebut, secara rinci adalah 10 orang dari Timor Leste, 10 dari Malaysia, 8 orang dari China, 6 WNA Amerika Serikat, 5 WNA India, serta 35 WNA dari 19 negara lain.
Atas pelanggaran itu, kata Novianto, WNA bersangkutan dikenakan sanksi deportasi dan denda. Untuk yang dideportasi ada 20 orang, sementara yang didenda 54 orang, bahkan ada 1 WNA dari India yang juga mendapat sanksi projustisia (jalur hukum).
Tindakan projutisia adalah pelimpahan kasus penyidikannya ke pihak kepolisian karena kasusnya sudah masuk ranah pidana.
Untuk mengurangi pelanggaran izin tinggal bagi WNA, kata Novianto, pihaknya telah melakukan berbagai upaya, di antaranya penindakan bagi WNA yang melanggar perizinan tinggal maupun sosialisasi upaya pencegahan lain, seperti pameran keimigrasian, sosialisasi ke perguruan tinggi yang ada mahasiswa asingnya, hingga menggelar talk show di beberapa media.
"Kami juga bekerja sama dengan kampus-kampus agar mahasiswa asing diingatkan ketika waktu perpanjangan izin tinggalnya akan habis," tuturnya.
Untuk memperbaiki dan memaksimalkan layanan kepada masyarakat, Kantor Imigrasi Kelas I Malang juga telah meluncurkan APAPO (aplikasi pendaftaran paspor online), sehingga tidak ada lagi masyarakat yang berdesak-desakan untuk mengurus paspor.
"Dengan APAPO ini sudah terjadwal kapan orang tersebut harus datang dan jam berapa," ujar Novianto.
Sementara itu, Kepala Sub-Seksi Penindakan Kantor Imigrasi Kelas 1 Malang Donny Prasetyo Utomo mengatakan bahwa mayoritas dari mahasiswa asing yang terkena kasus deportasi adalah terkait masalah overstayed.
Donny menerangkan sebelum sanksi deportasi, ada masa 60 hari terhitung dari tempo kedaluwarsa yang telah ditentukan, dimana pada masa 60 hari tersebut WNA yang overstayed itu akan dikenakan denda Rp1 juta per hari. "Kalau di Malang, kebanyakan mahasiwa asingnya yang bandel dan lalai," ucapnya.
Sedangkan Analis Keimigrasian Ahli Madya Fredy Fermantoko mengatakan akan sulit untuk mengembalikan citra yang sudah telanjur buruk, sehingga perlu diciptakan suatu manajemen sinergi, yakni dengan membangun kepercayaan, komunikasi yang efektif, feedback pada masyarakat yang cepat, hingga kreativitas dari pelayanan kepada masyarakat.
"Sinergi ini penting dilakukan karena Kantor Imigrasi ingin dikenal melalui layanannya yang maksimal dan baik," tuturnya.
Pada tahun 2019 Kantor Imigrasi Kelas I Malang menerbitkan paspor sebanyak 33.818 buku (data per 1 Desember 2019).
Paspor yang diterbitkan itu terdiri dari paspor baru 24 halaman 946 buku, paspor baru 48 halaman 21.019 buku, paspor penggantian 24 halaman 339 buku, paspor penggantian 48 halaman 11.477 buku, dan e-Paspor baru 48 halaman sebanyak 37 buku.