Tulungagung (ANTARA) - Tim Macan Agung Satreskrim Polres Tulungagung, Jawa Timur, terpaksa menembak kaki salah satu pelaku pembunuhan pasangan suami-istri (pasutri) di Tulungagung setahun lalu, karena diduga mencoba kabur saat hendak ditangkap.
Hal itu terungkap saat polisi melakukan gelar ungkap perkara kasus pembunuhan pasutri yang sempat menjadi "pekerjaan rumah" yang tak kunjung terpecahkan itu di halaman Mapolres Tulungagung, Jumat.
Saat digelandang keluar oleh dua anggota reserse bersenjata dari sel tahanan, tampak kaki kanan bagian betis tersangka Deni Yonathan Fernando Irawan (25) dibalut perban.
Langkahnya juga terlihat pincang. Hanya tersangka M. Rizal Saputra (22) yang masih bugar. Fernando atau Nando dan Rizal ini merupakan pelaku pembunuhan atas diri korban Adi Wibowo (55) dan istrinya Suprihatin (52).
Dengan tangan terikat/terkunci di belakang, kedua remaja pembunuh sadis itu hanya bisa tertunduk lesu saat Kapolres Tulungagung AKBP Eva Guna Pandia bersama Wakapolres Tulungagung Kompol Ki Gde Bagus Tri mengumumkan hasil kerja keras tim Macan Agung Satreskrim Polres Tulungagung dalam mengungkap sekaligus menangkap kedua tersangka yang diidentifikasi kabur ke Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, dengan menyaru sebagai buruh perkebunan.
"Kami tangkap kedua pelaku yang bekerja di salah satu perkebunan kelapa sawit di sana (Tanah Bumbu)," ucap Kapolres Eva Guna Pandia menjelaskan.
Untuk menangkap kedua pelaku, tim Macan Agung dibantu Unit Resmob Polda Kalimantan Selatan dan tim Jatrantas Polres Tanah Bumbu.
Aksi pembunuhan sadis Nando atau Fernando Irawan dan Rizal terhadap pasutri atas nama Adi Wibowo dan Suprihatin diperkirakan terjadi pada 5 November 2018, hampir setahun lalu di rumah korban di Desa Ngingas, Kecamatan Campurdarat Campurdarat, Tulungagung. Kejadiannya diduga Kamis petang, bakda Magrib.
Merasa ditipu
Motif pembunuhan diduga akibat pelaku kesal merasa ditipu korban yang berprofesi sebagai jasa pengurusan surat-surat kendaraan di kepolisian/Samsat.
Sebagaimana keterangan Pandia, Fernando waktu itu meminta korban untuk menguruskan pajak kendaraan bermotornya yang telah habis kepada korban Adi Santoso. Namun, rupanya Adi tak bisa menepati komitmen jasanya. Setahun berlalu pengurusan pajak STNK tak ada juntrungnya. STNK Nando bahkan tak kunjung diserahkan meski telah beberapa kali ditagih.
Terakhir pada 5 November 2018, Nando kembali datang dengan ditemani Rizal ke rumah korban di Desa Ngingas untuk menagih STNK.
Rizal disebut saat itu berjaga di teras rumah korban, sementara Nando masuk ruang tamu dan bertemu Suprihatin.
Tapi, bukannya mendapatkan STNK yang diminta, Nando mengaku justru dihina oleh korban Suprihatin ini sehingga ia nekat memukul nenek paruh baya itu dengan tiang penyangga meja marmer hingga terkapar di lantai.
Pemukulan dilakukan berulang hingga korban Suprihatin dipastikan tewas. Selesai membunuh Suprihatin, Nando bergerak menuju ruang kamar untuk mencari Adi Santoso dan mendapati orang yang dicari sedang tidur pulas.
Tanpa pikir panjang Nando memukulkan sebatang balok ke kepala bagian belakang Adi Santoso. Korban yang kaget sempat terbangun sambil kesakitan dan menangkis serangan berikutnya. Tapi karena kalah kuat dan posisi tidak siap, korban Adi Santoso akhirnya tidak berdaya dan tewas bersimbah darah.
Rizal yang semula berjaga di teras juga sempat ikut memukulkan balok kayu ke arah para korban untuk memastikan keduanya tewas.
Pembunuhan itu baru diketahui warga tiga hari kemudian setelah muncul bau busuk menyengat dari rumah korban. Polisi pun bergerak melakukan serangkaian penyelidikan, olah TKP serta memeriksa sejumlah saksi.
Namun, minimnya bukti petunjuk serta latar belakang pasutri korban pembunuhan yang disebut "bermasalah" dengan banyak orang terkait pengurusan surat kendaraan (BPKB/STNK/SIM) membuat alibi pembunuh sempat kabur.
Menurut Kapolres Pandia maupun Kasat Reskrim Hendi Septiadi, mozaik pembunuhan perlahan terurai setelah tim Macan Agung mengidentifikasi keterangan saksi mahkota yang menyebut sejumlah nama/orang yang kerap bertandang ke rumah korban, serta warga yang pergi merantau keluar kota tak berselang lama setelah aksi pembunuhan keji itu terjadi.
"Kalau menilik kronologi, kesesuaian keterangan saksi dan tersangka, juga alat bukti yang ada, pembunuhan ini tidak terencana sebelumnya. Tapi spontan. Mereka akan dijerat pasal 338 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara," kata Pandia.