Banyuwangi (ANTARA) - Puluhan pelaku usaha kopi di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis, memperoleh pelatihan peningkatan kualitas pengolahan hingga pengemasan kopi agar lebih siap memasuki industri kopi.
Pelatihan untuk pelaku usaha kopi yang dikemas dalam Coffee Processing Festival, ini digelar di Rumah Kreatif Banyuwangi, dan para peserta memanfaatkan pelatihan ini untuk menambah wawasan mereka.
"Saya telah mendapatkan manfaat dari pelatihan dan pendampingan yang dilakukan Dinas Peridustrian dan Perdagangan," kata Suhatin, salah seorang peserta pelatihan asal Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi.
Ia mengaku, memulai usaha kopi kemasan dan kafe, berawal dari keprihatinan menjual biji kopi hasil dari kebun miliknya yang hanya laku Rp25.000 per kilogram.
"Setelah ikut pelatihan, saya mulai belajar mengolah dan menjemur kopi sendiri. Saya dibimbing orang Disperindag hingga cara pengemasannya. Misalnya kalau dijual ke kafe harus ukuran berapa, kalau untuk oleh-oleh ukuran berapa, semuanya kami peroleh dari pelatihan ini," katanya.
Hasilnya, lanjut dia, kini rata-rata per bulan Suhatin mampu menjual sekitar 100 kilogram lebih kopi. Satu kemasan bubuk kopi seberat 2 ons dijual seharga Rp22.000, yang artinya harga bubuk kopi per kilogram mencapai Rp110 ribu.
"Alhamdulillah, dengan kemasan yang menarik, dan tentunya cara mengolah yang lebih baik, sekarang hasilnya jauh meningkat untuk dijual," ujarnya.
Sementara itu, Bupati Abdullah Azwar Anas mengatakan usaha dan industri berbasis kopi tumbuh pesat di Banyuwangi sejak beberapa tahun terakhir. Pemkab pun berupaya hadir untuk mendorong para pelaku usaha berbasis kopi naik kelas agar daya saingnya meningkat.
"Kenapa kopi? Karena kopi ada di sekitar kami. Itu keuntungan kami, dan kami bisa bebas memilih mengolah jenis apapun. Selain itu, dari hulu sampai hilir, value kopi sangat tinggi," katanya, saat membuka Coffee Processing Festival Banyuwangi.
Anas menjelaskan bahwa pemkab setiap tahun menggelar festival yang berkaitan dengan kopi guna mengungkit sektor kreatif di Banyuwangi, dan hasilnya pelaku usaha kopi di Banyuwangi tumbuh pesat.
"Jumlah UMKM kopi di Banyuwangi sendiri terus tumbuh, pada 2013 jumlahnya tidak sampai 10, namun sekarang sudah mencapai lebih dari 40 UMKM. Kafe yang menyajikan kopi juga mulai menjamur, untuk itu kami juga mengajak puluhan pelajar di pelatihan ini, upaya untuk menumbuhkan jiwa entrepreneur di kalangan mereka mengingat potensi bisnis kopi yang trennya positif," paparnya.
Bupati Anas menambahkan, pemkab telah memiliki klinik kopi yang dilengkapi sejumlah peralatan pemrosesan kopi, dan ke depan pemkab akan membantu menyediakan alat-alat kopi berdasar klaster.
"Sehingga pelaku usaha yang tidak punya dana untuk investasi peralatan, bisa dibawa ke klinik kopi. Selain itu anak-anak dengan mudah dan cepat bisa menjadi wirausahawan kopi," tuturnya.
Selama mengikuti pelatihan, para peserta akan mendapatkan sejumlah materi tentang memroses hingga pengemasan kopi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, serta Setiawan Subekti pelaku usaha kopi asal Banyuwangi.
Selain itu, juga ada kelas barista yang mendatangkan barista nasional Muhammad Agha.
"Saya akan mengajari barista untuk meningkatkan kualitasnya. Karena menurut saya seiring dengan perkembangan Banyuwangi, baristanya pun harus punya kapasitas yang berskala nasional. Jadi nanti saya akan berbagi materi soal kompetisinya, mungkin ini bisa menjadi inspirasi bagi barista disini," katanya. (*)