Sumenep (ANTARA) - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Madura mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi turun tangan menuntaskan kasus dugaan korupsi yang terjadi di Badan Usaha Milik Daerah Pemkab Sumenep, Jawa Timur, yakni PT WUS.
"KPK perlu turun tangan guna menuntaskan kasus dugaan korupsi di PT WUS Sumenep, karena di antara beberapa oknum yang diduga terlibat, belum semuanya tersentuh hukum," kata Ketua YLBH Madura Sulaisi Abdurrazaq di Sumenep, Rabu.
Dari beberapa orang yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi PT WUS Sumenep ini, hanya dua orang yang diproses hukum, yakni mantan direktur perusahaan itu, Sitrul Arsyih Musa’ie dan bendahara PT WUS Taufadi. Dua terduga lainnya, yakni AF dan AS belum tersentuh sama sekali.
Padahal, menurut mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pamekasan, keduanya juga diduga kuat terlibat dalam kasus tersebut, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan.
"Dan Taufadi ini adalah pihak yang dikorbankan oleh kekuatan besar yang hingga kini belum tersentuh proses hukum dalam kasus ini," katanya, menjelaskan.
Sebelumnya, dalam diskusi terbatas yang digelar YLBH Madura bersama para aktivis, akademisi dan pegiat lembaga swadaya masyarakat di Sumenep beberapa waktu lalu, terungkap bahwa kasus PT WUS di Sumenep itu mirip "Skandal Bellezza", yakni ini peristiwa besar menyangkut uang migas yang dirampok komplotan di Ibu Kota, Jakarta.
Sepanjang tahun 2011-2015, menurut hasil kajian YLBH Madura, Taufadi sebenarnya, tidak terlibat. Para pihak yang justru terlibat dengan jelas adalah Sitrul Arsyih Musa’ie, Suprayogi (almarhum), AH dan AS, mitra PT WUS.
"Tapi Taufadi ini kan good boy, mau tunduk pada skenario di AF, ya terpaksa mampir di balik jeruji besi karena dakwaan penggunaan duit PT WUS diluar peruntukan sebagaimana dipersyaratkan Perda Nomor 4 Tahun 2008 tentang PT WUS," ucap Sulaisi.
Peran kuat AF ini, sambung dia, bisa dibuktikan melalui upaya pengaturan atau siasat agar uang PT WUS bisa keluar, yang kala itu jaringan AF datang ke Bank Mandiri KCP ITC Permata Hijau Jakarta dengan tujuan mau buka rekening PT WUS, tapi ditolak, karena alamat PT. WUS di Sumenep, bukan Jakarta.
Lalu, Sitrul punya siasat, yakni dengan membuat surat kepada Dewan Komisaris PT WUS tanggal 1 Juli 2011 perihal Permohonan Persetujuan Pendirian Kantor Perwakilan PT. WUS di Jakarta.
Lalu, sambung Sulaisi, PT WUS membalas tanggal 4 Juli 2011 dan menyetujui itu, sehingga dengan cara itu, Sitrul terjerat dalam kasus ini, sedangka AF selamat, dan hingga kini belum tersentuh hukum.
"Kami menilai ini adalah dagelan. Kenapa dagelan?, karena surat persetujuan itu tanda tangan Suprayogi, tak lain Komisaris yang patuh pada Sitrul," katanya, menjelaskan.
Yang menjadi petunjuk kuat keterlibatan AF dalam kasus dugaan korupsi PT WUS itu, karena yang ditunjuk Kepala Kantor Perwakilan PT WUS di Jakarta itu si AF, yakni oknum pejabat publik di Pemkab Sumenep yang hingga kini belum tersentuh hukum.
Data YLBH Madura menyebutkan, rekening Bank Mandiri ITC Permata Hijau berhasil dibuka dalam bentuk rupiah dan dolar, dengan perincian, nomor rupiah: 102-000-6677667, dan yang bentuk dolar: 102-000-5737330.
Sedangkan uang yang masuk ke pribadi Sitrul sebesar 203.630 dolar, dan dalam bentuk rupiah sebesar Rp4,4 miliar lebih.
Jadi, sambung dia, dari komplotan ini, hanya Sitrul Arsyih Musa’ie dan Taufadi yang divonis, sedangkan dua lainnya yang juga terlibat dugaan korupsi dalam kasus ini belum.
"Oleh karena itu, kami dari YLBH mendokong agar KPK turun tangan menuntaskan kasus dugaan korupsi di Sumenep," ujar Sulaisi.
Sulaisi menjelaskan, dorongan agar KPK atau Kejaksaan Agung turun tangan pada kasus dugaan korupsi di Sumenep tersebut, karena uang negara yang hilang tidak sedikit.
Ia juga mengajak kalangan aktivis mahasiswa di Sumenep, seperti HMI, PMII, IMM, GMNI atau organ-organ lainnya aktif mengawal kasus ini hingga tuntas, demi penegakan supremasi hukum di kabupaten paling timur di Pulau Madura tersebut.