Sidoarjo (ANTARA) - Bulan ini, Jawa Timur menapaki puncak musim kemarau. Puncaknya diperkirakan akan terjadi pada Agustus mendatang, sesuai dengan perkiraan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda.
BMKG sempat mengeluarkan informasi kepada masyarakat, jika Jawa Timur akan mengalami kekeringan di sejumlah Kabupaten Kota. Oleh karenanya masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut agar waspada dan bersiap.
Tidak hanya di Jatim, secara nasional sejumlah wilayah Indonesia juga berpotensi terjadi kekeringan.
Di antaranya Sumedang, Gunung Kidul, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Gresik, Tuban dan juga Pasuruan, serta Pamekasan.
Hal itu, berdasarkan hasil monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) hingga tanggal 30 Juni 2019, terdapat potensi kekeringan meteorologis (iklim) di sebagian besar Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dengan kriteria panjang hingga ekstrem.
Dari hasil analisis BMKG, teridentifikasi adanya potensi kekeringan meteorologis yang tersebar di sejumlah wilayah, yaitu telah mengalami HTH lebih dari 61 hari dan prakiraan curah hujan rendah.
Selain itu monitoring terhadap perkembangan musim kemarau menunjukkan berdasarkan luasan wilayah, di mana 37 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau dan 63 persen wilayah masih mengalami musim hujan.
Wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi Aceh bagian Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, Pulau Jawa dan Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan bagian Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur bagian Selatan, Maluku, dan Papua bagian Selatan.
Musim kemarau tidak berarti tidak ada hujan sama sekali. Beberapa daerah diprediksikan masih berpeluang mendapatkan curah hujan. Potensi curah hujan tinggi diindikasikan terjadi di sejumlah wilayah.
"Masyarakat diimbau agar waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, pengurangan ketersediaan air tanah (kelangkaan air bersih), peningkatan potensi terjadinya kebakaran." Kata kasi Data dan Informasi BMKG Juanda Teguh Tri Susanto.
Merujuk ke Wilayah Jatim, seperti di Kabupaten Pasuruan misalnya, terdapat Dua desa di Pasuruan yang mengalami kekeringan saat musim kemarau yakni Desa Cukurguling Kecamatan Lumbang dan Desa Jeladri Kecamatan Winongan.
"Air bersih mulai kami salurkan ke Desa Cukurguling dan Jeladri. Dua desa ini sudah masuk kering kritis. Di lokasi ini, air di Hippam (Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum) desa sudah sangat kecil sehingga menjadi prioritas untuk dipasok," kata Kapala BPBD Kabupaten Pasuruan, Bakti Jati Permana.
Pihaknya saat ini terus mewaspadai kemungkinan terjadinya krisis air di sejumlah wilayah lainnya di Kabupaten Pasuruan. Jika memang ada laporan kekurangan air, pihaknya bisa dengan cepat melakukan pemberian pasokan air kepada masyarakat yang membutuhkan dengan menggunakan kendaraan truk tangki air.
Ia mengatakan, di dua desa di Pasuruan tersebut setiap harinya dikirimkan sebanyak satu truk tangki air setiap harinya, dan kondisi ini bisa bertambah tergantung dari kondisi lapangan seperti apa.
"Kalau pihak desa minta tambahan, kami bisa usahakan lagi sepanjang sesuai aturan. Pihak swasta juga sudah kami informasikan agar memberikan dukungan," terangnya.
Dari data yang ada, Desa Jeladri dan Desa Cukurguling merupakan dua dari 21 desa di 7 kecamatan masuk peta rawan kekeringan pada musim kemarau 2019 ini.
Di 21 desa tersebut terdapat 5.503 Kepala Keluarga (KK) atau 20.968 jiwa rawan terdampak krisis air atau kering kritis.
Meski sudah dua desa masuk katagori kering kritis, namun pemerintah setempat belum menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan.
Masih hujan
Meskipun di sejumlah wilayah di Jawa Timur ini mengalami kekeringan, bukan berarti tidak terdapat hujan, karena seperti yang disampaikan oleh BMKG masih terdapat beberapa wilayah di Jatim yang kemungkinan terjadi hujan.
Pada awal Juli ini, dilaporkan terjadi hujan dengan intensitas ringan sampai dengan deras di sejumlah wilayah di Jatim seperti di Surabaya, Mojokerto dan lainnya.
BMKG mengatakan jika hujan yang terjadi di wilayah Surabaya dan sebagian wilayah Jawa Timur hari ini disebabkan akibat naiknya suhu muka laut yang menghangat.
Kasi Data dan Informasi BMKG Juanda Teguh Tri Susanto di Sidoarjo, mengatakan, bisa disampaikan jika dalam dua hari ini terpantau ada pertumbuhan awan dan hujan di beberapa daerah.
Dari pantauan dan analisa, hal ini disebabkan karena suhu muka laut yang relatif hangat di Selat Madura dan juga di perairan utara Jatim.
Sehingga, kondisi seperti ini mendukung pembentukan massa uap air yang begitu banyak, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya banyak awan akibat peristiwa ini.
Kemudian juga didukung dengan tingkat labilitas atmosfer yang cukup kuat menyebabkan meningkatnya potensi hujan di beberapa wilayah Jatim.
Secara umum, kata dia, Jawa Timur sudah memasuki musim kemarau, sehingga masyarakat diimbau untuk lebih mewaspadai terjadinya potensi kekeringan ekstrem ini.
"Masyarakat diimbau agar waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, pengurangan ketersediaan air tanah, kelangkaan air bersih, peningkatan potensi kemudahan terjadinya kebakaran," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya juga terus melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan lainnya seperti BPBD untuk memantau dan memberikan informasi dini kepada masyarakat supaya bisa lebih berhati-hati menghadapi perubahan musim.
"Kami juga berkoordinasi dengan pihak Bandara Internasional Juanda Surabaya untuk memberikan informasi terbaru sebelum pesawat tersebut terbang menuju tempat tujuan," katanya.
Selain itu, pihak BMKG akan memberikan update terbaru tentang kondisi cuaca di wilayah Jatim melalui beberapa kanal yang sudah tersedia seperti jejaring sosial atau yang lainnya.
Mengenal bencana rutin tahunan
Senin, 8 Juli 2019 12:46 WIB