Banyuwangi (ANTARA) - Segmentasi pariwisata halal yang dikembangkan Pemkab Banyuwangi, Jawa Timur, dengan mengembangkan "pantai halal tourism" beberapa tahun silam menjadi perbincangan di media sosial dalam beberapa waktu terakhir dan bahkan ada tulisan yang menuding konsep itu sebagai bentuk "Arabisasi".
Informasi yang dihimpun ANTARA di Banyuwangi, Sabtu, menyebutkan tuduhan tersebut mendapat respons keras dari sejumlah tokoh lintas agama dan budayawan Banyuwangi saat menggelar pertemuan di Rumah Adat Suku Osing yang terletak di Pendopo Kabupaten Banyuwangi.
Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banyuwangi, KH Nur Khozin menyebut pengembangan pariwisata halal di Banyuwangi sama sekali jauh dari Arabisasi.
"Arabisasi itu berarti menerapkan budaya Arab. Di Banyuwangi tidak ada seperti itu," kata Kiai Nur kHozin.
Sedangkan Perwakilan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi, I Komang Sudira mengatakan pengembangan wisata dan kebudayaan di Banyuwangi telah berjalan dengan sangat baik dan menghargai keberagaman.
Seni-budaya berbasis kearifan lokal Suku Osing (masyarakat asli Banyuwangi) juga digelar rutin dan semarak.
"Sampai saat ini, tidak saya temukan upaya untuk memaksakan nilai-nilai agama tertentu yang dapat merusak keberagaman yang ada. Apalagi dalam hal kebudayaan dan kesenian," ujarnya.
Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) Banyuwangi, Pendeta Anang Sugeng Sulistiyo mengemukakan bahwa kebudayaan dan kesenian yang berkembang dari suku Osing selama ini berlaku universal.
Ia mencontohkan, tari gandrung yang tak hanya ditarikan warga beragama tertentu, anak-anak muda lintas agama juga menarikannya dalam berbagai festival seni yang ada di Banyuwangi.
"Semua agama bisa menarikannya, baik Muslim, Hindu, Kristen, Budha dan lainnya. Semua bisa menarikannya. Jadi, tak ada pemaksaan sebagaimana yang dituduhkan dengan istilah arabisasi itu," kata Pendeta Anang.
Sejumlah budayawan juga menolak tuduhan arabisasi terhadap pariwisata di Banyuwangi, apalagi tuduhan tersebut hanya berdasarkan potongan informasi yang tak lengkap.
"Jika diamati, tuduhan miring yang disematkan kepada pariwisata Banyuwangi ini dilakukan oleh orang luar Banyuwangi. Yang saya yakin, dia tidak tahu benar dengan kenyataan yang ada," kata budayawan Banyuwangi, Samsudin Adlawi.
Samsudin menambahkan, sejumlah foto dan narasi yang dibangun untuk melegitimasi tuduhan arabisasi itu hanya berdasarkan prasangka.
"Menyebut Suku Osing dan kebudayaannya itu sebagai Hindu adalah tuduhan yang buta sejarah dan tak faktual," ujar mantan Ketua Dewan Kesenian Blambangan itu.
Samsudin meminta tak ada upaya memecah belah kerukunan di Banyuwangi, dan dia menyebut tulisan yang menuding ada arabisasi terhadap umat Hindu di Banyuwangi merupakan upaya mengadu domba.
"Tapi itu tidak akan berhasil karena semua orang mengetahui betapa keberagaman dan kearifan lokal di Banyuwangi ini dirawat dan dirayakan, bukan dihilangkan," paparnya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pengembangan pariwisata halal itu tak lebih dari strategi pemasaran saja. Pangsa pasar pariwisata halal di dunia terus mengalami kenaikan, dan pasar itulah yang saat ini coba dibidik oleh Banyuwangi.
"Halal tourism selama ini terus meningkat trennya, dan bahkan di negara-negara yang notabenenya orang muslim bukan mayoritas, wisata halalnya sangat maju. Sementara itu, kita yang merupakan negara dengan mayoritas penduduknya muslim, jauh tertinggal," ujarnya.
Dengan branding pariwisata halal, diharapkan mampu menarik peminat wisata halal ke kabupaten ujung timur Pulau Jawa itu.
"Banyuwangi sendiri, sebenarnya wisatanya sudah memenuhi standarisasi 'halal tourism', dan hampir semua wisata ada tempat ibadahnya. Makanannya pun makanan halal. Jadi, halal tourism ini bukan soal arabisasi, tapi soal promosi dan segmentasi pasar sana dan urusan komersial untuk mendatangkan wisatawan, tidak lebih dan jelas bukan arabisasi," ucapnya.
Pertemuan lintas agama di Banyuwangi itu, juga diikuti Ketua I Forum Kerukunan Umat Beragama, budayawan senior Banyuwangi, Hasnan Singodimayan, serta sejumlah tokoh budaya lainnya seperti Taufiq Hidayat dan Budianto. (*)