Pamekasan (ANTARA) - Polres Pamekasan di Pulau Madura, Jawa Timur kini terus berupaya menjaga kerukunan dan toleransi di kalangan masyarakat guna mewujudkan Pemilu 17 April 2019 berlangsung secara damai dan sesuai harapan.
Salah satunya dengan menggelar Fokus Grup Diskusi bertema "Menjaga Kerukunan dan Toleransi menuju Pamekasan Damai Guna Menyukseskan Pemilu 2019" di aula salah satu hotel di Pamekasan, Rabu.
Menurut Wakapolres Pamekasan Kompol Kurniawan, Indonesia terdiri dari beragam agama, budaya dan adat-istiadat. Maka, menjaga dan merawat keberagaman adalah keniscayaan.
Di satu sisi, penyebaran berita bohong di era digital saat ini merupakan ancaman serius dan berpotensi bisa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
"Dan permasalahan berita bohong ini semakin banyak menyebar di media sosial seiring dengan digelarnya pesta demokrasi bangsa dalam waktu dekat ini," kata Wakapolres.
FGD yang mengundang perwakilan ormas dan organisasi kepemudaan di Kabupaten Pamekasan itu menghadirkan dua orang narasumber, yakni Dr Ali Maschan Moesa dari Pengurus Wilayah NU Jatim dan Dr Saad Ibrahim dari PW Muhammadiyah Jawa Timur.
Ali Maschan dalam kesempatan itu memaparkan, ancaman disintegrasi bangsa hampir terjadi di semua lini sosial, termasuk di internal umat Islam.
Terakhir yang menjadi ancaman serius adalah penyebaran berita bohong di media sosial, sehingga perlu adanya kedewasaan berfikir dari masyarakat untuk menyeleksi berita-berita yang beredar luas di masyarakat.
Hal lain yang juga disampaikan mantan anggota DPR RI ini tentang pemilihan pemimpin berdasarkan hukum Islam.
"Dalam konteks agama, memilih pemimpin itu wajib, bukan hak. Jadi, kalau wajib, menggunakan hak pilih pada pemilu nanti adalah wajib," kata Ali Maschan.
Sementara, pemateri dari Muhammadiyah Jawa Timur Saad Ibrahim memaparkan tentang kerukunan dan toleransi melalui sejarah penyebaran agama Islam mulai masa Nabi Muhammad.
Inti materi yang disampaikan dosen UIN Malang ini menjelaskan, kejujuran dan toleransi merupakan kunci sukses dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan.
Di bagian akhir, Saad menuturkan bahwa ia awalnya terlahir dari keluarga Nahdlatul Ulama, bahkan orang tuanya merupakan pengurus Ansor.
Tapi dalam perkembangannya ia justru bergabung dengan ormas Muhammadiyah, tanpa meninggalkan tradisi keluarga NU.
"Perbedaan itu sebenarnya merupakan rahmat yang perlu kita rewat bersama," katanya.