Surabaya (Antaranews Jatim) - Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, melakukan sosialisasi dan edukasi terkait dampak pemotongan unggas yang selama ini dilakukan di pasar tradisional setempat.
"Sosialisasi dan edukasi ini perlu dilakukan untuk mencegah penularan penyakit unggas kepada manusia dan pencemaran lingkungan," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya Joestamadji saat menggelar jumpa pers di kantor Humas Pemkot Surabaya, Rabu.
Menurut dia, Pemkot Surabaya memiliki dua opsi untuk mencegah pemotongan unggas di pasar tradisional yakni memusatkan pemotongan unggas di satu lokasi dengan membangun Rumah Pemotongan Unggas (RHU). Kedua, pemkot menyediakan daging unggas dalam bentuk karkas sehingga siap diperjualbelikan di pasar.
"Dua opsi ini masih kita kaji, nanti tergantung opsi mana yang cocok untuk diterapkan," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pemusatan pemotongan unggas sudah tertuang dalam Perda Kota Surabaya No 8 tahun 1995 tentang penampungan dan pemotongan unggas pasal 10.
"Setiap pemotongan usaha pemotongan unggas harus dilakukan di dalam rumah pemotongan unggas yang memiliki izin dari kepala daerah," katanya.
Selama ini, kata dia, pihaknya juga melakukan berbagai upaya pencegahan penyakit menular yang disebabkan dari unggas melalui vaknisasi terhadap unggas di beberapa sektor.
Sektor satu dan dua, lanjut dia, masuk dalam skala besar yakni perusahaan ayam kemudian sektor tiga dan empat meliputi skala menengah dan kecil.
"Khusus di sektor empat, kami sudah melakukan vaknisasi 50 ribu ayam dan burung di bulan April dan oktober 2018," katanya.
Tidak hanya vaknisasi, kata dia, pihaknya juga melakukan penyemprotan di kandang ayam serta unggas yang berada di pasar dan kampung-kampung.
"Penyemprotan harus dilakukan untuk mencegah berbagai macam penyakit menular dari unggas," katanya.
Ia berharap dengan melakukan kegiatan vaksinasi setiap tahun serta rencana mendirikan Rumah Pemotongan Unggas (RPU) mampu membawa dampak positif bagi masyarakat.
"Semoga bisa mencegah dan mengurangi penyakit menular dari unggas," katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kota Surabaya Agus Eko menjelaskan jika pemotongan unggas tidak dilakukan secara terpusat, maka dampak pemotongan unggas mencemari air limbah yang tidak terkelola dengan baik melalui IPAL dan akan tersebar ke saluran-saluran area pemotongan unggas.
"Selain itu, menimbulkan penyakit bagi manusia dan pencemaran udara berupa bau tidak sedap di sekitar area pemotongan unggas serta menggangu estetika kota serta kenyamanan warga kota," katanya.
Oleh karena itu, Agus merekomendasikan agar pemotongan unggas dilaksanakan secara terpusat di Rumah Potong Unggas (RPU) dengan IPAL yang memadai untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan dari air limbah pemotongan unggas.
"Jika pemotongan unggas tidak dilakukan secara terpusat, itu akan sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Surabaya, Mira Novia menambahkan, lingkungan di pasar harus bersih karena lingkungan pasar yang tidak bersih akan menimbulkan berbagai macam jenis penyakit menular, salah satunya flu burung.
Kendati demikian, Mira menegaskan, penularan penyakit yang berasal dari unggas belum terjadi di Surabaya selama kurang lebih empat tahun terakhir.
"Terakhir penyakit flu burung menyerang manusia dan unggas tahun 2013-2014, tapi sejak itu sudah tidak ada sampai saat ini," katanya. (*)
Pemkot Surabaya Sosialisasikan Dampak Pemotongan Unggas di Pasar Tradisional
Rabu, 12 Desember 2018 18:37 WIB
Sosialisasi dan edukasi ini perlu dilakukan untuk mencegah penularan penyakit unggas kepada manusia dan pencemaran lingkungan