Jakarta (Antaranews Jatim) - Partai Golkar mengembalikan uang Rp700 juta ke KPK terkait dengan perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji kepada anggota DPR terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.
"Memang benar ada pengembalian uang tersebut. Pengembaliannya dilakukan saya kira kemarin atau dua hari yang lalu, tapi yang pasti dari pengembalian uang tersebut sekitar Rp700-an juta dan terhadap uang tersebut dilakukan penyitaan dan masuk dalam berkas perkara ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Salah satu tersangka kasus ini adalah Wakil Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih sudah mengembalikan uang Rp500 juta pada 30 Agustus 2018. Eni juga beberapa kali mengatakan ada Rp2 miliar untuk pembiayaan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Golkar pada Desember 2017.
"KPK menghargai ketika ada sikap kooperatif dan keinginan untuk memberikan keterangan meskipun sejauh ini artinya yang diakui sekitar Rp700-an juta dan dikembalikan kepada KPK. Ini akan menjadi salah satu bukti penguat dalam penyidikan yang dilakukan KPK untuk menelusuri arus uang terkait PLTU Riau 1," ungkap Febri.
Febri mengakui bahwa KPK sudah mengumpulkan bukti dan keterangan dugaan penggunaan uang tersebut untuk kegiatan salah satu partai politik.
"Tersangka EMS (Eni Maulani Saragih) sudah mengembalikan sekitar Rp500 juta dan artinya mengakui penerimaan tersebut meskipun kami menduga penerimaannya sekitar Rp 4,8 miliar. Apakah tersangka akan menambah pengembalian tentu kalau akan lebih baik karena sikap kooperatif pasti akan dihargai," jelas Febri.
Pengembalian uang Rp700-an juta itu menurut Febri dilakukan oleh salah satu pengurus partai.
"Bentuk proses pengembalian dilakukan oleh orang per orang meskipun itu diduga terkait dengan kebutuhan pendanaan kegiatan partai politik, tapi detailnya belum bisa kami sampaikan," ungkap Febri.
Mantan Ketua DPR Setya Novanto yang saat ini menjadi terpidana juga sudah diperiksa 2 kali yaitu pada 27 dan 28 Agustus 2018 sebagai saksi dalam perkara tersebut.
"Kami akan terus dalami bagaimana proses aliran dana Rp4,8 miliar untuk memastikan satu persatu tahapannya kemudian mengalir ke mana saja atau digunakan oleh siapa saja. Selanjutnya kami melakukan pemetaan bagaimana skema kerja sama proyek PLTU Riau 1 dan proses penunjukan langsung salah satu perusahaan serta komunikasi antar pihak-pihak dalam perkara ini," ungkap Febri.
KPK sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sebagai tersangka penerima suap atau janji serta pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka pemberi suap.
KPK dalam perkara ini menduga Idrus Marham mendapat bagian yang sama besar dari Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan pemegang saham Blakgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo bila purchase power agreement proyek PLTU Riau 1 berhasil dilaksanakan Johannes Kotjo dan kawan-kawan.
Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johanes yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp4 miliar sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari "commitment fee" sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Sebelumnya Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp4,8 miliar yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga. Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembakit listrik 35.000 MW secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap "letter of intent" (LOI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 MW dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).
PLTU tersebut dijadwalkan beroperasi pada 2020 dengan kapasitas 2 x 300 MW dengan nilai proyek 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.
Pemegang saham mayoritas adalah PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Indonesia, anak usaha PLN. Sebanyak 51 persen sahamnya dikuasai PT PJB, sisanya 49 persen konsorsium yang terdiri dari Huadian dan Samantaka.(*)