Surabaya (Antaranews Jatim) - Setelah sempat mengguncang Kota Surabaya pada Minggu pagi, ledakan bom juga terjadi di Kabupaten Sidoarjo pada malam harinya.
Kepala Biro penerangan Masyarakat (Karopenmas) Humas Mabes Polri Brigjen Mohammad Iqbal dalam keterangan di Jakarta, Minggu malam, mengakui adanya ledakan di salah satu rusunawa, Jalan Sepanjang, dekat Polsek Taman, Sidoarjo, Jawa Timur.
"Benar bahwa ada ledakan lagi di Sidoarjo. Infonya pukul 21.00 WIB dan sumber ledakan di salah satu unit rusunawa Jalan Sepanjang, dekat Polsek Taman," ujarnya.
Iqbal mengatakan diduga unit rusunawa itu didiami oleh terduga teroris atau keluarga pelaku teror bom sebelumnya di sejumlah gereja di Surabaya Minggu pagi.
"Tapi kami belum tahu. Kami belum tahu ada orang di sana atau tidak. Kami masih cek apakah itu meledak dengan sendirinya atau ada orang yang meledakan," katanya.
Mantan Kapolrestabes Surabaya itu juga mengaku belum mengetahui ada atau tidaknya korban jiwa di lokasi ledakan pada malam hari itu.
Terkait ledakan di tiga gereja di Surabaya yang diduga dilakukan oleh satu keluarga, yakni bapak, ibu dan empat orang anak mereka, Polda Jawa Timur menyatakan korban meninggal dunia akibat serangan bom itu menjadi 13 orang.
"Jumlahnya bertambah lagi menjadi 13 orang yang meninggal dunia. Sedangkan korban luka terdata sebanyak 43 orang dan dirawat di berbagai rumah sakit di Surabaya," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera.
Dia menjelaskan, tujuh orang meninggal akibat ledakan di Gereja Santa Maria, tiga korban meninggal di Gereja Pantekosta di Jalan Arjuno dan tiga korban meninggal di Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro.
Sementara dari identifikasi korban meninggal dunia di RS Bhayangkara Polda Jatim, dua korban telah diketahui identitasnya.
Jenazah dua korban itu rencananya diserahkan kepada pihak keluarga. Namun penyerahan batal dilakukan pada Minggu malam karena dari forensik untuk data primer masih belum terpenuhi.
"Untuk penyerahan kami tunda dan belum bisa diserahkan malam ini. Ada pemeriksaan data primer dan sekunder yang dilakukan tim DVI Polri di RS Bhayangkara Polda Jatim. Data sekunder sudah lengkap, namun data primer ada yang kurang," kata Barung.
Ia mengemukakan, kekurangan data primer tersebut, yakni pada pemeriksaan gigi dan kuku korban untuk dicocokan dengan keluarga korban.
"Proses identifikasi data primer ini butuh waktu, sehingga kami belum bisa memastikan kapan selesai dan jenazah bisa diserahkan pada keluarga korban," ujarnya.
Dua korban meninggal tersebut merupakan korban ledakan bom bunuh diri di Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya. Selain itu, tim DVI Polri hingga kini juga masih terus mengidentifikasi korban meninggal di RS Bhayangkara.
Sekolah Libur
Akibat peristiwa bom itu, Pemerintah Kota Surabaya meliburkan kegiatan belajar di TK, SD/MI dan SMP/MTs negeri maupun swasta selama sehari pada Senin (14/5).
"Kami berduka cita atas musibah yang terjadi," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya M. Ikhsan.
Menurut dia, kebijakan libur sekolah selama sehari berdasarkan Surat Edaran bernomor 421/4179/436.7.1/2018 yang ditandatangani Sekretaris Daerah Kota Surabaya Hendro Gunawan.
Hal itu juga sesuai arahan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebagai bentuk duka cita atas musibah yang terjadi. Selain itu juga bagian dari bentuk keprihatinan pemkot atas salah seorang anak yang menjadi korban ledakan bom adalah siswa SD bernama Vincensius Evan, warga Barata Jaya Surabaya.
Ikhsan menyatakan kepala sekolah dan guru di sekolah masing-masing akan menyampaikan informasi tersebut, bahwa para siswa belajar di rumah, dan menyesuaikan jadwal sekolah yang ada.
Hal ini karena sebagian siswa masih ada yang melaksanakan ujian akhir semester. "Libur hanya satu hari, besok saja," katanya.
Dengan adanya musibah ledakan bom di Surabaya, ia mengimbau agar pihak sekolah dan para orang tua meningkatkan kewaspadaan di lingkungan masing-masing, sekaligus memantaunya agar tak ada trauma pada anak-anak.
"Karena berita-berita kejadian tersebut juga sudah beredar meluas di masyarakat," katanya.
Pendukung ISIS
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan pelaku pengeboman tiga gereja di Surabaya terkait dengan kelompok pendukung utama teroris ISIS.
"Kelompok ini tidak lepas dari kelompok bernama JAD-JAT, Jamaah Ansharut Daulah-Jamaah Ansharut Tauhid yang merupakan pendukung utama ISIS," kata Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian di Surabaya.
Di Indonesia, kata Tito, JAD ini didirikan oleh Aman Abdurahman yang sekarang ditahan di Mako Brimob.
Ia melanjutkan, pelaku pengeboman yang merupakan satu keluarga ini terkait dengan sel JAD yang ada di Surabaya, bahkan Dita tercatat adalah ketua dari kelompok tersebut.
"Kemudian aksi ini kita duga motifnya, pertama adalah di tingkat internasional ISIS ini ditekan oleh kekuatan-kekuatan, baik dari Barat, Amerika dan lain-lain," katanya.
Jadi dalam keadaan terpojok, memerintahkan semua jaringannya di luar, termasuk yang sudah kembali ke Indonesia untuk melakukan serangan. "Termasuk di London, juga ada peristiwa, terorisme dengan menggunakan pisau di sana," katanya.
Tito menambahkan di Indonesia, ada dua macam kelompok terkait ISIS yang menjadi ancaman, yakni JAT dan JAD yang sel-selnya ada di beberapa tempat, serta mereka yang kembali berangkat ke Suriah dan kembali ke Indonesia atau tertangkap di otoritas di Turki atau Yordania dan kembali ke indoensia.
Menurut dia, jumlah yang sudah berangkat ke Suriah tercatat lebih dari 1.100 orang dengan 500 di antaranya masih di Suriah, 103 meninggal dunia di Suriah, dan sisanya dideportasi kembali ke Indonesia.
"Itu jadi tantangan kita karena mindset mereka ideologinya ISIS," katanya.
Kapolri menambahkan untuk beberapa kasus, termasuk aksi bom Thamrin, para dalangnya telah diproses, namun di lapangan para pemimpinnya digantikan sosok lain di antaranya ditunjuk Ketua JAD Jatim Zainal Ansyori yang diketahui membiayai penyelundupan senjata ke Filipina.
Menurut Tito, penangkapan para pemimpin kelompok ini membuat mereka bereaksi keras melakukan pembalasan, salah satunya membuat kerusuhan di Mako Brimob.
"Setelah ada kerusuhan, membuat sel-sel lain yang membuat maunya panas karena ada ISIS di Suriah maupun pemimpin tertangkap mengambil momentum untuk pembalasan itu di beberapa tempat," katanya.
Di Jatim, kata Tito, kelompok yang bergerak adalah JAD Surabaya, termasuk satu keluarga yang diduga sebagai pelaku pengeboman di tiga gereja.
"Kami sudah lapor ke Presiden bahwa Polri, TNI, BIN selain yang ditangkap dua hari yang lalu saya lapor ke TNI kita akan operasi bersama, penangkapan-penangkapan ke sel-sel JAD-JAT maupun mereka yang akan melakukan aksi," katanya.
Keprihatinan
Menyikapi aksi bom di tiga gereja, ratusan orang yang tergabung dari berbagai elemen organisasi di Kota Surabaya mengampanyekan gerakan "Suroboyo Wani" melalui aksi keprihatinan atas insiden di tempat ibadah itu pada Minggu malam.
"Ini sebagai wujud keprihatinan terhadap aksi bom di gereja di Surabaya. Tapi, kami `Arek Suroboyo Wani` menghadapi segala bentuk terorisme," ujar Ketua Badan Musyawarah Antar-Gereja (BAMAG) Jatim Pendeta Sudi Dharma di sela aksinya di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya.
Aksi tersebut juga menghadirkan sejumlah elemen, seperti BAMAG Surabaya, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Surabaya, GAMKI, PPGI, BKS PGI-GMKI Surabaya, PS GMKI, KNPI dan Forum Beda Tapi Mesra (FBM).
Kemudian, GGBI, PIKI, NERA ACADEMIA, PGIS, Kasih dalam Perbuatan, Sanggar Merah Merdeka, Forum Komunikasi Pemuda Kristen Indonesia Jatim, Pustaka Lewi, KBRS, Yayasan Kasih Bangsa, Yayasan Abdi Indonesia Cerah, dan sejumlah pendeta serta romo di Surabaya.
Secara bergantian perwakilan elemen masyarakat itu menyampaikan orasi dengan terus mengampanyekan "Suroboyo Wani" atau "Surabaya berani" sembari menyalakan lilin yang dipegang masing-masing peserta aksi.
Sudi Darma mengaku turut berbelangsungkawa terhadap keluarga dan korban tragedi bom di gereja yang meninggal dunia maupun yang menderita luka-luka.
"Kami juga mengencam keras aksi terorisme sebagai sebuah perbuatan yang biadab dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan," ucapnya.
BAMAG, kata dia, bersama elemen lainnya menegaskan tidak takut terhadap ancaman ataupun tekanan dari pelaku teror, bahkan di gereja akan tetap menjalankan kegiatan ibadah sebagai hak semua warga negara yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI.
Selain itu, pihaknya berharap Polri sebagai institusi keamanan untuk wajib melindungi serta menjamin keamanan dalam menjalankan kehidupan beragama sesuai kepercayaannya masing-masing.
Dukungan
Sementara itu, pada kesempatan sama juga dilakukan aksi tanda tangan dukungan terhadap Polri untuk mengusut tuntas kasus tersebut, termasuk ucapan duka cita terhadap lima personel Brimob yang meninggal dunia dalam insiden terorisme di Mako Brimob.
Di Surabaya, Minggu pagi terjadi ledakan bom bunuh diri di tiga gereja berbeda, yakni Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di wilayah Ngagel, kemudian GKI Wonokromo Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta di Jalan Raya Arjuno.
Sementara Calon Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf alias Gus Ipul mengajak santri, ulama, serta para kiai, untuk deklarasi antiterorisme yang digelar di Alun-alun Kabupaten Jombang, Minggu sore.
"Bersama ulama, kiai, dan santri, kami telah mendeklarasikan Jawa Timur yang damai, ingin Indonesia tetap tegak, aman. Deklarasi ini menegaskan bahwa kami tidak takut (aksi terorisme)," kata Gus Ipul.
Ia prihatin dengan insiden teror bom yang terjadi di tiga gereja Surabaya tersebut. Kejadian itu merugikan banyak orang, karena terdapat 13 orang meninggal dunia dan 43 orang lainnya harus dirawat di rumah sakit di Surabaya.
Gus Ipul menyebut, ada beragam cara yang bisa mengikis aksi terorisme, termasuk upaya menangkal paham radikal. Salah satu cara yang dilakukan bisa lewat penguatan pendidikan di masyarakat, termasuk penguatan pesantren.
Pria yang juga salah satu Ketua PBNU ini menambahkan, kegiatan ini cukup positif digelar sebagai upaya memberikan pemahaman, termasuk mengambil langkah mengantisipasi agar kejadian yang sama tidak terulang. Dengan penjelasan ulama dan kiai soal agama bisa mencegah berbagai hasutan paham radikal yang berkedok agama.
"Mengajak ulama serta kiai, ini upaya mencegah perekrutan teroris, khususnya di Jawa Timur. Contohnya melalui deklarasi ini, yang merupakan sumbangan pemikiran dari para ulama dan santri untuk antisipasi kejadian serupa terulang," katanya.
Gus Ipul menambahkan, paham radikal bisa tumbuh karena berbagai macam pengaruh, bahkan termasuk masalah sosial ekonomi. Kesejahteraan yang belum merata membuat beberapa golongan masyarakat mudah dihasut.(*)
Round Up - Ledakan Bom di Sidoarjo Setelah Surabaya
Minggu, 13 Mei 2018 23:17 WIB