Surabaya (Antaranews Jatim) - Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya mengumpulkan pakar untuk membahas Revolusi Industri 4.0, Making Indonesia 4.0 yang dirilis oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Rabu (5/4) lalu di kampus setempat.
Kegiatan yang dikemas dalam bentuk Forum Group Discussion (FGD), di Kampus ITS, Senin, itu menghadirkan pembicara yakni perwakilan Dewan Riset Nasional (DNR) Ir Irnanda Laksanawan, anggota Komisi XI Badan Anggaran DPR RI Romahurmuziy dan Direktur Pusat Unggulan IPTEKS (PUI) Sistem Kontrol Otomotif (SKO) Nur Yuniarto.
Selain itu hadir Direktur Utama PT INTI Dr Darman Mappangara, serta Wakil Rektor ITS bidang Inovasi, Kerja Sama, Kealumnian, dan Hubungan Internasional ITS Prof Dr Ir Ketut Buda Artana.
Ketut Buda Artana mengatakan, technopark adalah salah satu implementasi paling relevan dalam mewujudkan Revolusi Industri 4.0 Indonesia melalui perguruan tinggi. Di Tiongkok, 25 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) berasal dari sektor technopark yang juga menyumbang 23 persen dari total pajak negara.
"Tentunya ini dapat menjadi acuan Indonesia tentang besarnya manfaat yang dapat diperoleh melalui sektor ini," katanya.
Pengembangan bidang technopark ini juga, sambung Ketut, selaras dengan visi ITS yang lebih dahulu mengembangkan kawasan technopark di wilayahnya.
"Saat ini ITS telah memiliki tiga Pusat Unggulan Iptek (PUI) dalam bidang otomotif, industri kreatif, dan maritim," tuturnya.
Anggota Komisi XI Badan Anggaran DPR Romahurmuziy menjelaskan pengembangan technopark telah sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 106 Tahun 2017 tentang Kawasan Sains dan Teknologi.
"Pembangunan kawasan sains dan teknologi tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran perguruan tinggi, karena kembali lagi para pemikir bersarang di institusi," ujarnya.
Dia melanjutkan, jumlah PUI di Indonesia dapat mengakselerasi lahirnya inovasi baru di bidang teknologi. "Inovasi yang lahir dari perusahaan hampir jarang terdengar oleh karenanya perguruan tinggi memiliki pekerjaan rumah untuk merealisasikan riset-riset yang mereka miliki," tutur Romi.
Keberadaan ITS sebagai perguruan tinggi paling inovatif di Indonesia, lanjut Romi, dapat menjadi pelecut bagi perguruan tinggi lain untuk terus melakukan riset dan inovasi demi kemajuan bangsa.
"Besar harapan saya, ITS dapat menjadi `pioneer` inovasi bidang sains dan teknologi di Indonesia guna menjawab tantangan di era `Internet of Things` ini`," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Nur Yuniarto, memaparkan beberapa alasan mengapa industri otomotif sulit berkembang di Indonesia. Peneliti mobil listrik nasional ini menganggap ada enam faktor yang menyebabkan lambannya pertumbuhan industri otomotif di Indonesia.
"Mulai dari rendahnya `goodwill` di Indonesia, regulasi yang mematikan, kurangnya nasionalisme, pengembangan yang tidak terkoordinasi dan terintregasi, ketidakpercayaan pada bangsa sendiri hingga menghamba pada bangsa lain adalah hal-hal yang mematikan perkembangan industri otomotif di Indonesia," kata dosen Teknik Mesin ITS tersebut.(*)
ITS Kumpulkan Pakar Kupas Revolusi Industri 4.0
Senin, 9 April 2018 18:39 WIB
Pembangunan kawasan sains dan teknologi tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran perguruan tinggi, karena kembali lagi para pemikir bersarang di institusi