London (Antara) - Putra Mahkota Kerajaan Inggris, Pangeran Charles terkesima dan terpesona dengan tradisi Islam di Indonesia karena kaum perempuan dapat dengan bebas melenggang di dalam masjid.
Bahkan saat sholat berjamaah pun jamaah perempuan melakukan sembahyang bersama-sama kaum pria dalam masjid dengan hanya dipisahkan oleh pembatas, kata Guru Besar Sejarah dan Kebudayaan Islam dan Direktur Sekolah Pascasarjana di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof Dr Azyumardi Azra CBE, dalam acara diskusi Peran Ulama Perempuan & Pesantren Indonesia dalam Memupuk Toleransi & Perdamaian, dihadiri pejabat KBRI London, Dharma Wanita, diaspora dan para pelajar dan mahasiswa yang diadakan di KBRI London, Jumat.
Kehadiran Prof Azyumardi Azra di Inggris adalah dalam rangka mengikuti forum internasional Ulama perempuan yang bertema "Rising Women Ulama: Women Leadership for Peace, Prosperity and Pluralism," yang diadakan gedung Parlemen Inggris, House of Lords, Westminster, London.
Azyumardi Azra yang mendapat gelar Commander of the Order of British Empire (CBE) yang merupakan gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris pada tahun 2010 CBE mengatakan ungkapan Pangeran Charles itu disampaikan saat ia berkunjung ke Masjid Istiqlal dan melihat dua jemaah perempuan yang melintas di dalam masjid.
"Banyak pejabat dari berbagai negara di dunia yang mengagumi ekspresi sosial kultural Islam di Indonesia. Bahkan banyak diantaranya ingin belajar Islam dari Indonesia," ujarnya.
Dikatakan banyak yang bertanya apakah Islam di Indonesia berbeda dengan Islam di negara lainnya.
"Apa yang dilakukan umat Islam di Indonesia sama dengan umat Islam dimana pun seperti melaksanakan sholat lima waktu, bayar zakat dan lainnya," ujarnya.
Tidak dipertentangkan
Menurut Azyumardi Azra, patut disyukuri Islam di Indonesia tidak perlu dipertentangkan. Mencintai Indonesia merupakan sebagian dari keimanan. Untuk itu dimana pun warga Indonesia berada seperti di Inggris jangan berhenti mencintai Indonesia.
Sementara itu Dwi Rubiyanti Kholifah dari Asian Muslim Action Network (AMAN) yang juga menjadi pembicara dalam forum internasional Ulama perempuan itu mangatakan forum ulama perempuan internasional itu adalah inisiatif dari Prof Mike Hardy dari Coventry University yang melihat Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ini unik.
Untuk itu perlu disebarkan ke dunia agar bisa mendapatkan dukungan banyak pihak.
"Respon peserta sangat antusias karena memang ulama perempuan tidak diakui di negara lain dan menjadi hal yang imposible," ujarnya.
Menurut Dwi Rubiyanti Kholifah yang masuk dalam daftar 100 perempuan dunia berprestasi versi BBC, misi yang diembannya adalah ingin mengabarkan pada dunia bahwa Indonesia mempraktikkan Islam yang damai dan ulama prempuan sangat nyata bisa dijadikan harapan baru untuk memberikan keadilan pada perempuan.
Delegasi Indonesia dalam forum internasional Ulama perempuan yang bertema "Rising Women Ulama: Women Leadership for Peace, Prosperity and Pluralism," termasuk Faqihuddin Abdul Kodir - Pendiri Yayasan Fahmina untuk gender, demokrasi dan pluralisme dan Sekretaris Jenderal gerakan kesetaraan Alimat dan Ketua Komite Pengarah Kongres Cendikiawan Wanita Indonesia 2017, Ketua gerakan kesetaraan Alimat, Badriyah Fayumi Munji. (*)